Pada dasarnya mikroba rumen dibagi menjadi 3 jenis, yaitu Bakteri, Protozoa, dan Fungi.
A. Bakteri
Diklasifikasikan menurut substrat utama yang digunakan. Di bawah ini yaitu Bakteri – kuman tersebut yaitu :
(a) kuman pencerna selulosa
Contoh : Bakteroidessuccinogenes, Ruminococcus flavafaciens, Ruminococcus albus, Butyrifibriofibrisolvens
(b) kuman pencerna hemiselulosa
Contoh : Butyrivibrio fibrisolvens, Bakteroides ruminocola, Ruminococcus sp
(c) kuman pencerna pati
Contoh : Bakteroides ammylophilus, Streptococcus bovis, Succinnimonas amylolytica
(d) kuman pencerna gula
Contoh : Triponema bryantii, Lactobasilus ruminus
(e) bakteri pencerna protein
Contoh : Clostridium sporogenus, Bacillus licheniformis
B. Protozoa
Protozoa diklasifikasikan menurut morfologinya alasannya gampang dilihat menurut penyebaran silianya.
- Protozoa Berdasarkan morfologi
Holotrichs : mempunyai silia hampir diseluruh tubuhnya dan mencerna karbohidrat yang fermentabel
Contoh karbohidrat yang fermentable : Gula sederhana
Oligotrichs : mempunyai silia sekitar verbal umumnya merombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna
Contoh karbohidrat yang sulit dicerna : Pati, Hemiselulosa, Lignin
- Protozoa Berdasarkan fungsi
- Kelompok protozoa pencerna protein : Ophryoscolex Caudatus
- Kelompok protozoa pencerna selulosa, hemiselulosa dan pati : Diplodonium ostracodinium
- Kelompok protozoa pencerna selulosa, glukosa, pati dan sukrosa: Diplodinium polyplastron.
- Kelompok protozoa pencerna gula, glukosa, pati dan pectin : Isotricha intestinalis
- Kelompok protozoa pencerna maltosa, glukosa, selobiose : Dasytricha ruminantrium.
- Kelompok protozoa pencerna maltosa, pati dan sukrosa : Entodinnium caudatum.
C. Fungi
Fungi terbagi menjadi dua yaitu yeast (ragi) menyerupai Saccharomyces dan Mould (Jamur). Fungi rumen sangat efektif dalam melonggarkan ikatan jaringan (hemiselulosa-lignin) tumbuhan dan diperkirakan menjadi mikroba rumen pertama yang mencerna struktur tanaman.
Rumen merupakan habitat yang istimewa dan unik, lantaran didalamnya terdapat kehidupan dari banyak sekali jenis mikroba termasuk banyak sekali spesies kuman dan protozoa yang berbeda-beda yang saling berinteraksi melalui suatu korelasi yang disebut sebagai simbiosa. Jenis simbiosanya sendiri termasuk ke dalam jenis simbiosa mutualisme (dengan catatan dalam kondisi yang terkendali).
Banyaknya jenis mikroba rumen yang hidup di dalamnya dan masing-masing dari mikrobanya itu sendiri mempunyai produk fermentasi intermedier dan produk fermentasi simpulan yang bermacam-macam, menjadikan kehidupan di dalam rumen menjadi sangat kompleks dan terdapat interaksi dan interelasi yang luas antar mikroba rumen. Bentuk interelasi tersebut sendiri sanggup berupa ketergantungan akan substrat, saling menguntungkan, ataupun sanggup menjadi suatu kompetisi memperebutkan substrat ataupun juga menjadi suatu korelasi yang merugikan.
Protozoa dan kuman dalam rumen akan bersaing dalam hal penggunaan pati dan gula terlarut. Hal ini akan berakibat pada penurunan kecepatan fermentasi pati oleh bakteri. Makanan utama dari protozoa yaitu karbohidrat yang gampang larut. Pada kondisi pakan SK tinggi, protozoa menjadi kurang mendapat masakan yang layak baginya. Akibatnya protozoa menjadi banyak memangsa kuman dalam rumen, yang berakibat pada menurunnya jumlah kuman yang pada kesannya akan menurunkan kecepatan dari fermentasi materi pakan.
Protozoa menggunakan kuman sebagai sumber protein selain dari sumber protein dari pakan untuk kelangsungan hidupnya. Sekitar 130 – 21200 kuman ditelan oleh protozoa dalam setiap jamnya pada kepadatan 109/ml. Aktivitas protozoa memangsa kuman selain berefek negatif, terdapat pula imbas positifnya. Efek positifnya sendiri, yaitu memperlihatkan pasokan nitrogen (amonia, asam-asam amino, dan peptida) dan asam-asam lemak rantai cabang yang merupakan hasil lisis dari bakteri. Pada kondisi kekurangan masakan protozoa juga akan memangsa protozoa-protozoa lain yang berukuran lebih kecil.
Pada binatang yang telah menelan masakan SK tinggi, akan terjadi predasi kuman selulolitik dan fungi rumen oleh protozoa. Pengaruh dari predasi oleh protozoa terhadap habitat rumen yang lainnya bergantung pada kondisi yang kompleks dengan aspek utama kondisi yang bekerjasama dengan pakan.
Interaksi lainnya yaitu antara fungi dengan kuman pencerna SK yaitu adanya kemungkinan jamur mempunyai suatu kompetisi dengan kuman yang lebih bermanfaat dalam mendegradasi dinding dari sel tanaman.
2.2 Mikroba Rumen Adanya mikroba dan aktifitas fermentasi di dalam rumen merupakan salah satu karakteristik yang membedakan sistem pencernaan ternak ruminansia dengan ternak lain. Mikroba tersebut sangat berperan dalam mendegradasi pakan yang masuk ke dalam rumen menjadi produk-produk sederhana yang sanggup dimanfaatkan oleh mikroba maupun induk semang dimana aktifitas mikroba tersebut sangat tergantung pada ketersediaan nitrogen dan energi (Yan Offer dan Robert 1996). Kelompok utama mikroba yang berperan dalam pencernaan tersebut terdiri dari bakteri, protozoa dan jamur yang jumlah dan komposisinya bervariasi tergantung pada pakan yang dikonsumsi ternak (Preston dan Leng 1987).
Mikroba rumen membantu ternak ruminansia dalam mencerna pakan yang mengandung serat tinggi menjadi asam lemak terbang (Volatile Fatty Acids = VFA’s) yaitu asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam valerat serta asam isobutirat dan asam isovalerat. VFA’s diserap melalui dinding rumen dan dimanfaatkan sebagai sumber energi oleh ternak. Sedangkan produk metabolis yang tidak dimanfaatkan oleh ternak yang pada umumnya berupa gas akan dikeluarkan dari rumen melalui proses eruktasi (Barry, Thomson dan Amstrong 1977).
Namun yang lebih penting ialah mikroba rumen itu sendiri, lantaran biomas mikroba yang meninggalkan rumen merupakan pasokan protein bagi ternak ruminansia. Sauvant, Dijkstra dan Mertens (1995) menyebutkan bahwa 2/3 – 3/4 bab dari protein yang diabsorbsi oleh ternak ruminansia berasal dari protein mikroba. Produk simpulan fermentasi protein akan dipakai untuk pertumbuhan mikroba itu sendiri dan dipakai untuk mensintesis protein sel mikroba rumen sebagai pasok utama protein bagi ternak ruminansia.
Kualitas pakan yang rendah menyerupai yang umum terjadi di tempat tropis menjadikan kebutuhan protein untuk ternak ruminansia sebagian besar dipasok oleh protein mikroba rumen. Soetanto (1994) menyebutkan hampir sekitar 70 % kebutuhan protein sanggup dicukupi oleh mikroba rumen.
Rumen merupakan ekosistem yang mengandung komponen biotic dan abiotik. Komponen Biotik yaitu mikroba rumen dengan populasi berkisar antara 1010 hingga 1012 sel/ml cairan rumen (Ogimoto dan Imai, 1981) Mikroba Rumen sangat diharapkan dalam proses pencernaan. Rumen mempunyai kondisi lingkungan yang baik untuk kehidupan mikroba. Temperatur di dalam rumen berkisar antara 38O – 42O sedangkan pH rata – ratanya 6.8 atau berkisar antara 6 – 7. Mikroba yang ada di dalam rumen terdapat pada partikel makanan, dalam cairan rumen dan melekat pada dinding rumen.
Mikroba rumen diklasifikasikan menjadi bakteri, protozoa dan fungi. Meskipun aktifitas metabolismenya sama namun jumlah masing-masing spesies berbeda tergantung materi pakan yang dikonsumsi. Volume mikroba rumen kurang lebih 3,6% dari total cairan rumen yang terdiri dari 50% siliata dan 50% kuman ukuran kecil.
Bakteri mempunyai populasi terbanyak antara 109-1010 sel/mil cairan rumen ukurannya berkisar antara 0.3 - 50 µm. Bakteri tersebut berbentuk spiral (Streptococcus) dan yang berbentuk batang (Eubakterium) dan kuman yang berbentuk lingkar.
Bakteri bentuk batang dan spiral hidup setrik anaerob sedangkan bentuk coccus gram negative ada yang hidup aerob. Selain itu ada juga kuman fakultatif yaitu kuman yang sanggup hidup pada kondisi sedikit oksigen contohnya streptococcus. Bakteri ini biasanya terdapat dalam dinding rumen.
Beberapa jenis kuman yang dilaporkan oleh Hungate (1966) yaitu :
- bakteri pencerna selulosa (Bakteroidessuccinogenes, Ruminococcus flavafaciens, Ruminococcus albus, Butyrifibriofibrisolvens),
- bakteri pencerna hemiselulosa (Butyrivibrio fibrisolvens,Bakteroides ruminocola, Ruminococcus sp),
- bakteri pencerna pati (Bakteroides ammylophilus, Streptococcus bovis, Succinnimonas amylolytica),
- bakteri pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobasilus ruminus),
- bakteri pencerna protein (Clostridium sporogenus, Bacillus licheniformis).
Berdasarkan fungsinya terdapat beberapa kelompok protozoa yaitu kelompok protozoa pencerna protein (misal Ophryoscolex Caudatus), pencerna selulosa, hemiselulosa dan pati (antara lain diplodonium ostracodinium). Kelompok protozoa pencerna selulosa, glukosa, pati dan sukrosa antara lain diplodinium polyplastron.
Kelompok protozoa pencerna gula, glukosa, pati dan pectin antara lain isotricha intestinalis. Kelompok protozoa pencerna maltosa, glukosa, selobiose antara lain dasytricha ruminantrium. Kelompok protozoa pencerna maltosa, pati dan sukrosa antara lain entodinnium caudatum.
Protozoa hidup anaerob oleh lantaran itu apabila kadar oksigen dalam oksigen tinggi maka protozoa akan mati lantaran tidak sanggup membuat ciestee. Populasi protozoa tertinggi apabila masakan yang dikonsumsi ternak mengandung banyak gula terlarut yaitu mencapai 4x106 sel/ml cairan rumen. Apabila kekurangan gula terlarut popolasi akan mencapai titik terendah yaitu 105 sel/ml (preston dan Leng 1987) oleh lantaran itu total biomassa protozoa hampir sama dengan total biomasa bakteri.
Populasi yang terbanyak yaitu ciliate yaitu berkisar antara 105 – 106 sel / ml (pada kondisi ternak sehat), sedangkan populasi flagelata berkisar antara 102-104 sel/ml, dengan ukuran berkisar antara 4,0 hingga 15,0 µm (ogimoto dan imai, 1981;jouany,1991) populasi protozoa lebih rendah daripada bakteri, tetapi ukurannya lebih besar. McDonald (1988), Yokoyama dan Johnson (1988) mengemukakan bahwa panjang protozoa berkisar antara 20 antara 200 µm, oleh lantaran total biomassa protozoa hampir sama dengan total biomassa bakteri. Menurut Hungate (1966) Protozoa dibagi berdasarkan morfologinya, yaitu :
- Holotrichs yang mempunyai silia hampir diseluruh tubuhnya dan mencerna karbohidrat yang fermentabel.
- Oligotrichs yang mempunyai silia sekitar verbal umumnya merombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna (Arora, 1989).
Fungi rumen bersifat anaerob yang terdapat dalam rumen sebagian besar mencerna serat kasar. Populasinya berjumlah 103-105 sel/ml cairan rumen (Jouany,1991 yang dikutip oleh Nur Kasim Suwardi, 2000). Meskipun populasinya sedikit, namun sangat berperan dalam mencerna serat kasar. Fungi Rumen sangat efektif mdalam melonggarkan ikatan jaringan tumbuhan dan diperkirakan menjadi mikroba rumen pertama yang mencerna struktur tanaman.
Menurut pendapat Preston dan Leng, 1987, Fungi akan memecah ikatan hemiselulosa-lignin dan melarutkan pelindung lignin, tapi tidak mendegradasi lignin. Komponen tumbuhan dari banyak sekali hijauan menjadikan peningkatan yang besar populasi fungi. Setrik in vitro, perkembangan kegiatan fungi rumen dihambat oleh kuman rumen lantaran pemanfaatan N dan asam laktat oleh bakteri.
Fungi terdiri dari Yeast (ragi) menyerupai Saccharomyces dan Mould (Jamur). Untuk hidupnya, jamur menyerupai Neocallimastix frontalis, Piramonas communis, dan Sphaeromonas communis, membutuhkan kondisi anaerob.
2.3 Penunjang Aktivitas Mikroorganisme Rumen
Penurunan konsentrasi amonia dalam rumen sanggup dilihat dari penurunan konsumsi pakan jawaban menurunnya proses perombakan komponen pakan oleh mikroba. Konsentrasi amonia untuk degradasi optimum pakan berserat harus di atas 200 mg/liter cairan rumen (Preston dan Leng, 1987). Penggunakan sumber‐sumber nitrogen yang gampang difermentasi (fermentable nitrogen) menyerupai urea dan amonia intinya bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi amonia cairan rumen. Kadar amonia minimum dalam meningkatkan efisiensi pemanfaatan karbohidrat gampang terfermentasi (fermentable carbohydrate) untuk pertumbuhan mikroba direkomendasikan sebesar 50 mg/liter, akan tetapi jumlah ini terlalu rendah untuk pencernaan optimum pakan berserat
Pemberian urea dalam air minum hanya sanggup dilakukan kalau konsentrasi amonia cairan rumen sangat rendah (〈50 mg/liter) dan amonia diasumsikan sebagai faktor pembatas utama penurunan pertumbuhan dan kegiatan mikroba. Pemanfaatan amonia sangat tergantung pada ketersediaan faktor lain menyerupai kerangka karbon yang berasal dari karbohidrat gampang terfermentasi
Kandungan belerang yang rendah menjadikan penurunan nafsu makan ternak jawaban menurunnya kemampuan mikroba rumen mendegradasi pakan berserat.
2.4 Interaksi Antar Mikroba Rumen
Apabila kualitas pakan kurang baik dan terus berlangsung dalam waktu lama, protozoa dan kuman rumen akan bekerja setrik antagonistik. Artinya, kedua mikroba tersebut salingbersiang dalam memanfaatkan materi – materi yang ada dalam masakan terlarut. Protozoa akan memakan kuman sebagai sumber protein untuk hidupnya. Dalam satu jam, protozoa sanggup memakan 41.610 sel kuman pada kepadatan 109 sel/ml cairan rumen sehingga 50 – 90% dari populasi total kuman berkurang. Idealnya, perbandingan antara kuman dan protozoa yaitu 1010 banding 106 sel/ml cairan rumen tergantung pada jeniiis dan materi pakan yang diberikan.
2.5 Fermentasi Mikroba Rumen
Bentuk anatomi dan fungsi fisiologis rumen menempatkan ternak ruminansia pada peranannya yang sangat penting sebagai ternak yang paling efisien dalam menggunakan materi masakan murah dan tidak bersaing dengan kepentingan manusia.
Rumen merupakan bab terbesar dari perut ruminansia. Di dalam rumen terdapat sejumlah mikroba yang memungkinkan ternak memanfaatkan komponen-komponen yang tidak sanggup dicerna oleh enzim perut dan disebut dengan fermentasi. Fermentasi oleh mikroba rumen contohnya hidrolisis karbohidrat menjadi monosakarida dan disakarida kemudian di fermentasi menjadi asam asetat, propionate dan butirat. Sedangkan protein sebagian besar dirombak menjadi peptide, asam amino, ammonia, dan VFA yang selanjutnya disintesis menjadi sel mikroba untuk kemudian dicerna dalam usus. Lemak akan dihirolisis menjadi asam lemak dan gliserol.
Mikroba juga membentuk vitamin B komplek. Mikroba juga membentuk asam amino yang mengandung belerang dari belerang anorganik sebagai sumber NPN. Tidak semua mikroba perombak N sanggup memanfaatkan ammonia beberapa jenis hanya menggunakan peptide dan asam amino. Namun sebagian besar mikroba menggunakan ammonia untuk membentuk protein tubuhnya. Menurut Satter dan Slytter, biosintesis tertinggi protein mikroba dicapai pada konsentrasi ammonia sekitar 50 mg/l cairan rumen.
Fermentasi yaitu perubahan kimia dari molekul – molekul kompleks menjadi molekul sederhana sehingga lebih gampang dicerna oleh kegiatan enzim. Aktivitas fermentasi mikroba tergantung sama ketersediaan substrat yang diharapkan untuk hidup, berkembang, dan beraktivitas, tergantung jumlah dan mutu pakan. Fermentasi mikroba rumen terdiri dari Fermentasi Karbohidrat, Fermentasi Protein, dan Fermentasi Lemak.
Karbohidrat sanggup diperoleh dari Serat Kasar yang terdiri dari Selulosa, Hemiselulosa, dan Pati. Bakteri Pencerna selulosa, menyerupai Ruminococcus albus, Butyrovibrio fibrisolvens, dan Clostridium lockheadii, akan menghidrolisis selulosa dari pakan berserat kasar. Oleh lantaran itu, kadar serat bergairah minimal 15% dari BK ransum. Bakteri pencerna Hemiselulosa, contohnya Bacteroides ruminicola, akan mencerna pentose, heksosa, dan asam uronat. Sedangkan kuman pencerna pati menyerupai Lactobacillus ruminatum, penting untuk memanfaatkan N dari NPN dalam ransum yang biasa terdapat pada biji – bijian dan konsentrat.
Protein pakan di dalam rumen akan mengalami hidrolisis oleh enzim proteolitik menjadi asam amino dan oligopeptida. Selanjutnya asam asam amino mengalami katabolisme lebih lanjut menghasilkan amonia, VFA dan CO2. Amonia menjadi sumber nitrogen utama untuk sintesis de novo asam-asam amino bagi mikroba rumen. Proses metabolisme tersebut mengungkapkan bahwa nutrisi protein ternak ruminan sangat tergantung pada proses sintesis protein mikroba rumen. Produk hidrolisa protein sebagian besar akan mengalami 15 katabolisme lebih lanjut (deaminasi), sehingga dihasilkan amonia (NH3). Amonia asal perombakan protein pakan tersebut sangat besar kontribusinya terhadap amonia rumen. Diperlukan kisaran konsentrasi amonia tertentu untuk memaksimumkan laju sintesa protein mikroba. Karena itu kelarutan dan degradibilitas protein pakan sangat penting untuk diketahui (Arora, 1989).
Amonia (NH3) merupakan produk utama dari proses deaminasi asam amino dan kucukupannya dalam rumen untuk memasok sebagian besar N untuk pertumbuhan mikroba merupakan prioritas utama dalam mengoptimalkan fermentasi hijauan (Leng, 1990).
Menurut Haryanto (1994), konsentrasi amonia di dalam rumen ikut memilih efisiensi sintesa protein mikroba yang pada gilirannya akan mempengaruhi hasil fermentasi materi organik pakan. Konsentrasi amonia sebesar 50 mg/100ml (setara dengan 3.57 mM/L) di alam cairan rumen sanggup dikatakan optimum untuk menunjang sintesa protein mikroba rumen (Satter dan Slyter, 1974), sedangkan kadar amonia yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan mikroba rumen yang maksimal berkisar antara 4-12 mM (Erwanto et al. 1993). Pengamatan setrik in vivo yang dilakukan oleh Mehrez et al. (1977), kadar amonia cairan rumen yang optimal untuk pertumbuhan mikroba yang maksimal yaitu 16,79 mM. Konsentrasi amonia menggambarkan kecepatan produksi dari pencernaan nitrogen.
Produk simpulan degradasi purin dan pirimidin pada ruminansia yaitu alantoin (Arora,1995), terutama berasal dari mikroba rumen dan dalam jumlah kecil berasal dari jaringan binatang atau disebut alantoin endogen. Kadar alantoin endogen semakin kecil bila suplai alantoin eksogen meningkat. Alantoin, asam urat, xanthin dan hipoxanthin merupakan produk degradasi purin yang sanggup dideteksi dalam urin. Alantoin dalam urin sanggup dipakai untuk mengestimasi besarnya penyedia protein mikroba rumen terhadap induk semangnya. Jika ekskresi alantoin dalam urin tinggi, ini berarti bahwa protein
banyak yang diserap oleh mikroba rumen dan terjadi proses katabolisme.
Ekskresi turunan purin di dalam urin sanggup dijadikan indikator pasokan protein asal mikroba rumen untuk ternak induk semang, dan kadar alantoin yang didapat pada umumnya 2.13 mmol hari-1. Suplai protein meningkat seiring dengan 16 meningkatnya kadar alantoin. Ekskresi alantoin berbanding lurus dengan alantoin mikroba rumen yang diserap, kalau diasumsikan perbandingan protein dengan alantoin dalam populasi mikroba rumen yaitu tetap. Sintesis protein mikroba rumen sanggup diestimasi dengan menggunakan persamaan Y = 1.995 + 3.8799 X (Chen et al. 1992).
Probiotik
Fuller (1989) mendefinisikan probiotik sebagai pakan suplemen mikroba hidup yang sanggup memperlihatkan laba bagi induk semang melalui perbaikan keseimbangan mikroba rumen dalam susukan pencernaan. Probiotik sanggup terdiri atas satu atau beberapa strain mikroba dan sanggup diberikan pada ternak dalam beberapa bentuk yaitu bentuk tepung, tablet, kapsul, pasta, dan cairan. Wallace (1994) memperlihatkan definisi bahwa probiotik yaitu mikroba hidup atau kultur mikroba hidup berupa pakan imbuhan yang memperlihatkan imbas laba bagi ternak dan bertujuan untuk memperbaiki keseimbangan mikroba rumen. Probiotik sebagai pakan pelengkap, lantaran mikroba merupakan protein microbial. Probiotik sebagai pakan imbuhan, lantaran probiotik tersebut tidak melengkapi zat-zat masakan ransum.
Probiotik merupakan hasil bioteknologi nutrisi ruminansia yaitu sanggup dengan trik rekombinasi gosip genetic dari dua genotip menjadi genotip gres dan dengan trik biotransfer. Biotransfer sanggup melalui pakan imbuhan dan sanggup dengan inokulasi kuman rumen dari ternak donor kepada ternak resipien (Wallace, 1994; Winugroho et al . ,1994). Pemberian melalui pakan imbuhan ada dua macam yaitu pertama dengan memasukkan antibiotic untuk menekan pertumbuhan mikroba tertentu dan kedua dengan memasukkan probiotik untuk merangsang pertumbuhan mikroba rumen serta kegiatan fermentasi.
Penggunaan ragi Saccharomyces cerevisiae sebagai probiotik yaitu pada CYC-100 dari Korea. Populasi ragi 4,71 x 108 sel/g. S.cerevisiae memanfaatkan oksigen di dalam rumen, sehingga kondisi rumen lebih anaerob, dengan demikian memungkinkan berkembangnya mikroba rumen terutama kuman selulolitik.
Pencernaan yaitu proses pemecahan partikel makro menjadi partikel yang ukurannya lebih kecil lagi dan diikuti dengan proses fermentasi dan absorpsi baik dalam rumen maupun usus. Proses pencernaan pada ternak ruminansia sanggup terjadi setrik mekanis dalam mulut, fermentatif oleh mikroba rumen, dan setrik hidrolitis oleh enzim-enzim pencernaan binatang induk semang.
Ruminansia termasuk binatang poligastrik, yaitu binatang yang mempunyai banyak lambung. Lambungnya sendiri terdiri dari rumen, retikulum, omasum, dan abomasum. Pencernaan setrik mikrobial sendiri terjadi pada rumen dan retikulum dan pencernaan enzimatik terjadi pada abomasum. Hal inilah yang menjadi perbedaan Sistem Pencernaan antara ternak ruminansia dan non – ruminansia.
Organ yang paling berperan dalam sistem pencernaan ruminansia yaitu Rumen lantaran mempunyai populasi mikroba rumen yang mengeluarkan enzim – enzim tertentu yang berfungsi untuk mendegradasi materi makanan.
Mikroba Rumen bekerja menurut Jenis dan Bahan Pakan yang diberikan kepada ternak.