Penyebab Sapi Tidak Birahi Dan Kawin Berulang

Gangguan Kondisi Reproduksi Pada Sapi Yang Tidak Mau Birahi Sama Sekali Serta Kasus Repeat Breeder (Kawin Berulang)

Sapi ANESTRUS (Tidak Birahi Sama Sekali)


Anestrus ialah Suatu keadaan dimana memang tidak terjadi siklus reproduksi, tidak terjadi ovulasi sehingga tanda-tanda birahi tidak terlihat sama sekali. Anestrus cukup banyak ditemui, umumnya sehabis beranak.

Penyebab :

  • Anestrus pada sapi potong lantaran defisiensi nutrisi akhir kurang asupan masakan dan atau infeksi/cacingan yang menyababkan penurunan fungsi ovarium (hipofungsi ovari),
  • Akibat adanya infeksi pada susukan reproduksi lantaran Retensio Secundinae (plasenta/ari-ari/temone tidak keluar sehabis melahirkan atau keluar lebih dari 8 jam sehabis melahirkan). 
Gejala yang menciri :
  • Sapi/ ternak tidak menunjukkan gejala-gejala birahi.
Gejala-gejala birahi yaitu :
  • Sapi betina akan membisu jikalau dinaiki sapi lain,
  • Pada alat kelamin luar betina terlihat bengkak, merah, dan terasa hangat jikalau diraba,
  • Keluar lendir jernih dari vagina,
  • Nafsu makan menurun.

REPEAT BREEDER (Kawin Berulang)
Penyebab:
  • Kurang teliti dalam deteksi birahi, sehingga terjadi kesalahan waktu untuk dilakukan IB,
  • Pelaksanaan IB yang kurang baik,
  • Birahi tenang,
  • Kekurangan pakan pada induk yang akan bunting, khususnya vitamin dan mineral,
  • Suhu sangkar yang terlalu panas dan kelembaban yang terlalu tinggi lantaran sistim perkandangan yang tidak sesuai,
  • Kegagalan masa birahi,
  • Kista ovari,
  • Siklus birahi yang tidak teratur,
  • Birahi panjang atau birahi pendek,
  • Hewan terlalu renta sehingga fungsi reproduksi sudah menurun,
  • Hewan terlalu muda sehingga fungsi reproduksinya belum sempurna,
  • Penyakit (bakteri, virus, parasit, jamur), lantaran retensi yang tidak diobati,
  • Gangguan hormonal.
Gejala Yang Menciri:
  • Telah dikawinkan berkali-kali tidak bunting dan selalu birahi dengan siklus teratur (rata-rata 18-21 hari) ataupun tidak teratur(lebih atau kurang dari siklus normal),
  • Hewan tidak timbul tanda-tanda birahi tetapi tidak bunting,
  • Birahi terlalu sering bahkan hampir setiap minggu,
  • Birahi kurang dari 12 jam atau lebih dari tiga hari.
Yang Harus Dilakukan Peternak:
  • Lebih teliti dalam pengamatan birahi,
  • Tidak mengawinkan sapi yang masih terlalu muda,
  • Tidak mengwinkan sapi induk yang sudah terlalu tua,
  • Segera panggil petugas kesehatan binatang (dokter hewan/mantri hewan), bila mungkin kawin berulang disebabkan faktor penyakit.
Pencegahan:
  • Ketahui waktu yang tepat untuk mengawinkan hewan,
  • Tidak mengawinkan sapi yang masih terlalu muda,
  • Tidak mengwinkan sapi induk yang sudah terlalu tua,
  • Perbaiki kualitas dan kuantitas pakan, Pemberian vitamin, mineral dan obat cacing setrik rutin,
  • Pengobatan didalam rahim oleh petugas kesehatan binatang pada ketika 1 (satu) hari sehabis binatang beranak,
  • Perbaiki ventilasi dan sistem perkandangan,
  • Hewan sering dikeluarkan supaya mendapat sinar matahari pagi.

Ciri Sapi Majir, Penyebab Mandul Dan Cara Mencegahnya

Seorang peternak yang memelihara sapi dara calon indukan tentunya tidak ingin mendapati sapinya mandul atau majir sehingga ketika datang dikawinkan atau di IB tidak sanggup bunting. Banyak penyebab sapi calon indukan sanggup menjadi majir meski pada awalnya terlihat kondisi fisiknya anggun dan sangat layak dijadikan calon indukan. Hal ini biasanya terjadi lantaran faktor penyakit. Sebagai catatan ada pula masalah sapi betina yang sesungguhnya tidak majir tetapi ketika dikawinkan sulit bunting lantaran ternyata sapi terlalu gemuk. Sapi yang terlalu gemuk akan sulit untuk dibuntingkan. 

Catatan lain yang perlu dicermati adalah:
  • Membuat sapi betina birahi beda duduk kasus dengan mengawinkan sapi 
  • Mengawinkan sapi beda duduk kasus dengan membuat sapi estrus
  • Sapi majir tetap sanggup dikawinkan hanya saja tidak sanggup bunting
Ciri-ciri dan tanda-tanda sapi betina majir atau mandul yakni sebagai berikut:
  • Sapi betina telah mengalami 3 kali perkawinan, tetapi tidak mengatakan tanda-tanda kebuntingan.
  • Pada umumnya sapi betina bibit yang normal dalam dua kali perkawinan rata-rata sudah mengalami kebuntingan.
  • Sapi betina tidak pernah mengatakan tanda-tanda birahi, atau periode tanda-tanda birahinya tidak teratur, kadang kala penjang dan sering kali pendek jaraknya.
  • Sapi betina yang mandul lantaran penyakit ditandai dengan keluarnya cairan keruh tidak normal dari alat kelaminnya.
  • Sedang sapi betina normal yang sedang birahi, mengeluarkan cairan bening dan tembus mata dari alat kelamin.
Penyebab Sapi Majir atau Mandul
Ada beberapa penyebab kemandulan sapi betina bibit, khususnya sebab-sebab yang berkaitan dengan tata laksana pemeliharaan, yakni :
  • Tanda-tanda birahi sapi betina bibit tidak dipahami, sehingga perkawinan yang dilaksanakan tidak menghasilkan kebuntingan yang diharapkan.
  • Sapi betina sehabis beranak terlalu cepat dikawinkan, contohnya kurang dari 3-4 bulan sehabis beranak, sehingga memperbesar gangguan selama kebuntingan.
  • Akibatnya sapi betina mengalami kesulitan reproduksi normal di masa selanjutnya.Tidak diketahuinya setrik sempurna wacana kesuburan pada pemacak (sapi jantan) apakan sudah bau tanah atau mandul.
  • Sapi betina bibit dikawinkan dengan sapi jantan pemacak yang berlainan dan berganti-ubah. Misalnya, perkawinan pertama dengan sapi jantan pemacak yang satu dianggap gagal, kemudian sapi betina dicarikan sapi jantan pemacak yang lain, tanpa dipelajari sebab-sebab utama kegagalan perkawinan pertama. Tindakan semacam itu sangat membahayakan, lantaran memungkinkan terjadinya pemindahan penyakit kelamin dari sapi betina yang satu ke sapi betina yang lain dengan perantaraan sapi jantan pemacak yang bersifat carier dan penyakit ini sanggup menjadi penyebab utama kemandulan sapi betian bibit.
  • Kemandulan sapi juga sanggup disebabkan oleh kurangnya kontrol dan investigasi terhadap kebuntingan sapi betina. Sapi bunting perlu memperoleh perhatian, dan jika perlu sanggup minta tolong dari Dinas Peternakan.
  • Bila kebuntingan muda yang belum kelihatan terperinci tidak memperoleh perawatan dan pemeriksaan, sanggup menimbulkan keguguran (keluron).
Sapi Majir / Mandul Karena Penyakit
Kemandulan sanggup disebabkan oleh penyakit dan gangguan reproduksi yakni :
  • Sapi betina memiliki kelainan pada alat reproduksi atau adanya gangguan kesiimbangan kerja hormon.
  • Kelainan alat reproduksi sapi ibarat gangguan fungsi ovarium, menimbulkan sel telur yang dihasilkan relatif sedikit atau abnormal.Kesulitan ovulsi telur, terutama pada sapi yang mengalami birahi berkepanjangan atau terlalu pendek jaraknya, biasanya disebabkan oleh kekurangan produksi hormon tertentu yang sanggup mengahambat proses birahi normal.
  • Sapi betina bibit sudah berusia bau tanah dan alat reproduksinya aus, sehiingga sudah tidak produksif dalam menghasilkan sel telur.
  • Pengaruh iklim yang tidak nyaman, terutama di kawasan yang suhunya sering berubah-ubah dan kelembapan udara relatif tinggi sanggup menggagalkan hasil perkawinan sapi.
  • Penyakit yang menyerang alat reproduksi, ibarat penyakit Epivag (Epididymis et Vaginitis), Trichonniasis (Abortus bang), Vibriosis dsb. sanggup menimbulkan kemandulan dan sanggup menular lewat perkawinan alamiah. Penyebab penyakit epivag yakni semacam virus yang menyerang cuilan vagina dan cervix, sedang Epididymis menyerang sapi jantan pemacak. Bila infeksinya sempat menyebar ke uterus atau ovarium kemandulan permanen akan terjadi. Penyakit vibriosis foetus menyerang bagian-bagian dalam yang mencakup : cervix, uterus, placenta, bahkan rongga mulut. Gejala-gejala pernyakit ini pada sapi yakni : kawin ulang tidak menghasilkan kebuntingan, siklus birahi berkepanjangan, keguguran, keluarnya cairan keruh yang abnormal.
Pencegahan Resiko Sapi Majir atau Mandul
Guna mencegah  resiko kemandulan sapi betina bibit, hal yang perlu diperhatikan yakni tata laksana pemeliharaan, terutama yang berkaitan dengan sistem perkawinan, deteksi birahi, investigasi kebuntingan dan kualitas makanan sapi.
Cara yang paling mudah untuk perjuangan pengembangbiakan sapi yakni perkawinan buatan (inseminasi buatan atau IB). Dengan trik itulah resiko penularan penyakit kelamin dari sapi betina lain sanggup dihindarkan.
Namun jika mengunakan sapi jantan pemacak untuk perkawinan alamiah, harus sudah diketahui bahwa sapi jantan tersebut sehat dan tinggi fertilitasnya.
Catatan mengenai keadaan sapi, ibarat kapan terjadinya birahi dikawinkan, dan tanda-tanda kebuntingan atau kemandulan, penting sebagai dasar laporan.
Demikian beberapa ciri dan tanda-tanda sapi majir atau mandul dan upaya pencegahannya.

Ciri-Ciri Sapi Bali, Derma Pakan Dan Sistem Perkawinannya

Inilah salah satu jenis sapi lokal orisinil Indonesia, SAPI BALI. Salah satu keunggulan Bali ialah kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah. Salah satunya komoditas ternak yang sangat potensial untuk dikembangkan dan cocok dengan kondisi lingkungan di indonesia, yaitu sapi bali. Sapi bali merupakan salah satu jenis plasma nutfah bangsa sapi yang didomestifikasi di Pulau bali. Sapi ini mempunyai banyak  keunggulan dibandingkan dengan sapi lain, mirip tingkat kesuburan yang mencapai 83%, gampang mengikuti keadaan dengan iklim yang panas dan beliau yakni tenaga kerja yang tangguh ketika turun ke sawah untuk membajak.


Sapi bali disebut sebagai sapi tipe dwiguna, yakni sanggup dimanfaatkan dagingnya sekaligus tenaganya. Namun banyak kalangan belum paham sepenuhnya apa saja perbedaan spesifik sapi bali dengan sapi jenis lainnya.  Setrik fisik sapi bali gampang diidentifikasi, antara lain pada ciri-ciri bulunya.

Warna Bulu Sapi Bali
Pedet jantan maupun betina semenjak lahir hingga berumur 1,5 tahun mempunyai warna bulu sawo matang kemerahan. Namun sesudah berumur 1,5 tahun keatas warna bulu pedet jantan berubah menjadi hitam hingga dewasa. Sedangkan sapi betina tetap berwarna merah. Warna hitam sanggup berkembang menjadi merah bata kalau dikastrasi, alasannya yakni dampak hormon testosteron. Sedangkan warna bulu sapi betina tidak akan berubah.

Pada punggung sapi bali akan selalu ditemukan garis belut, yaitu bulu hitam yang membentuk garis memanjang dari gumba hingga pangkal ekor, dan ini akan ditemukan pada sapi jantan maupun betina. Selain itu bulu pada kaki yang berada di bawah persendian karpal dan tarsal berwarna putih.
Warna bulu putih juga terdapat pada bibir bab atas dan bawah, ujung ekor dan tepi daun telinga. Terkadang juga akan dijumpai diantara bulu tubuh yang berwarna coklat, berupa bintik putih, namun ini merupakan penyimpangan genetik yang hanya berkisar 1% dari populasi. Kulit berwarna putih juga akan dijumpai pada bab pantat dan paha bab dalam berbentuk oval (white mirror).

Ciri Fisik
Sapi bali mempunyai ciri tubuh berukuran sedang dan bentuk tubuh yang memanjang, kepala agak pendeh dengan dahi datar, tubuh padat dengan dada yang dalam, tidak berpunuk dan seolah tidak bergelambir.

Sapi bali berkaki ramping, agak pendek ibarat kaki kerbau. Cermin hidung, kuku dan bulu ujung ekornya berwarna hitam. Tanduk pada sapi bali jantan tumbuh agak keluar kepala, sebaliknya untuk betina tumbuh condong ke dalam.

Sapi bali mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat di Bali selain sebagai penghasil daging, petani memanfaatkannya untuk mengolah lahan pertanian, penghasil pupuk kandang, dan sebagai tabungan. Sapi bali juga dipakai untuk pariwisata.
Pembibitan Sapi bali merupakan sumber aktivitas dalam rangka peningkatan pendapatan petani ternak sapi bali selain itu sebagai perjuangan pelestarian dan pengembangan sapi bali untuk mencapai kemajuan atau meningkatkan kualitas dan kuantitas sapi bali menjadi lebih baik. Pemilihan calon induk penting dilakukan dalam pembibitan sapi bali dengan tujuan anak sapi yang dihasilkan nantinya mempunyai kualitas yang baik. Syarat ternak yang layak dipakai sebagai induk antara lain,
  • Mempunyai tanda telinga, artinya pedet tersebut telah terdaftar dan lengkap silsilahnya
  • Matanya tampak cerah dan jernih
  • Tidak terdapat gejala sering batuk, terganggu pernapasanya
  • Tidak terlihat adanya eksternal benalu pada kulit dan bulunya
  • Tidak terdapat adanya gejala mencret pada bab ekor dan dubur
  • Tidak ada gejala kerusakan kulit dan kerontokan bulu
Pakan
Ada dua jenis pakan sapi bali yaitu, pakan hijauan dan pakan penguat (konsentrat). Pakan yang diberikan dalam pemeliharaan calon induk sapi bali harus memadai, baik jumlahnya maupun mutunya. Disamping pemberian hijauan yang berkualitas (minimal 10% dari berat badannya), induk sapi bali yang sedang bunting sanggup diberikan pakan penguat berupa dedak padi sebanyak 1,5 s.d 2 kg/ekor/hari.

Reproduksi Sapi Bali
Mengenal dikala perkawinan yang sempurna merupakan syarat untuk sanggup memahami kapan dikala yang sempurna untuk melakukan perkawinan sapi. setiap ekor sapi betina pada umumnya akan mengalami suatu siklus reproduksi dalam hidupnya.

Pubertas sapi bali rata-rata pada umur 2 hingga 2,5 tahun. Setelah sapi betina mencapai pubertas maka untuk pertama kalinya sapi mengalami birahi dan berulang setiap 21 hari sekali bila dalam kondisi tidak dikawinkan.

Bila dikawinkan maka ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi yaitu, fertilitas gagal, terjadi konsepsi namun embrio tidak terbentuk, sapi betina menjadi bunting namun terjadi abortus (keguguran), sapi betina bunting dan melahirkan pedet. Setrik umum dikenal dua sistem perkawinan sapi bali  yaitu Kawin alamiah dan Inseminasi buatan.

Kawin alami merupakan sapi jantan pemacak yang dikawinkan dengan sapi betina yang sedang birahi. Inseminasi Buatan (IB) lebih terkenal dikenal dengan istilah kawin suntik. Perkawinan ini dilakukan dengan santunan insan sebagai inseminator. Pemasukan sperma ke dalam cervix melalui alat khusus sejenis pipet yang terbuat dari plastik.

disadur dari brosur Teknis dan Manajemen Beternak Sapi Bali (N.W.T. Inggriati dan I.G.M. Widianta)

sumber:bali.litbang.pertanian.co.id

Upatrik Mekepung Dan Turunnya Populasi Kerbau Di Bali, Sebuah Ironi

Populasi kerbau di Bali memang tidak sebanyak sapi Bali. Hanya saja di Bali tidak ada karapan sapi Bali menyerupai halnya dipulau Madura terdapat karapan sapi Madura. Di Bali yang ada yakni lomba balapan kerbau (Buffalo-racing) yang dikenal dengan upatrik Mekepung dan biasanya dilaksanakan di Kabupaten Jembrana. Populasi kerbau di pulau Bali sempat mencapai angka 4.122 ekor pada tahun 2009, tetapi angka populasi ini terus menurun drastis hingga tahun 2013 hanya tercatat sebanyak 1.955 ekor jumlah populasi kerbau d Bali yang berarti turun lebih dari limapuluh persen.

Balapan Kerbau di Bali (Mekepung)

Pula Dewata Bali memang identik dengan bermacam-macam seremonial cultural-religious yang ada dan merupakan salah satu yang paling atraktif di Indonesia. Hampir semua upatrik susila yang dilakukan oleh masyarakat Bali memanfaatkan komoditas pertanian setrik luas. Salah satunya yakni upatrik “Mekepung”, yakni aktivitas unik berupa balapan kerbau atau populer dengan buffalo-racing yang biasanya dilakukan di Kab Jembrana. Tidak ada pernah akan dilihat kerbau berkumpul sebanyak pada program makepung tersebut di Bali.

Namun sayangnya, sekarang populasi kerbau setrik nasional termasuk Provinsi Bali cenderung mengalami penurunan, dari tahun 2009 hingga 2013 turun 23,2%, yaitu dari  1.932.927 ekor menjadi 1.483.992 ekor; dan  pada periode yang sama, populasi kerbau di Provinsi Bali bahkan menurun 52,6%, yaitu dari 4.122 ekor menjadi 1.955 ekor. Padahal berdasarkan penelitian BPTP Bali, pada tahun 2001 jumlah kerbau di Bali masih berjumlah 11.172 ekor.

Faktor Penyebab Turunnya Populasi Kerbau di Bali
Faktor utama penyebab menurunnya populasi ternak kerbau di Bali yakni kurangnya minat para petani ternak untuk memelihara kerbau sebagai perjuangan tani ternaknya. Hal ini disebabkan oleh lantaran tidak adanya standar harga per kg bobot hidup segimana ternak sapi, sehingga ini mengakibatkan petani terbiasa menjual belikan kerbau dengan harga taksir yang cenderung merugikan petani. kondisi ini di sisi lain menguntungkan untuk kerbau tertentu (kerbau untuk upatrik yadnya dan kerbau makepung) yang kebutuhannya terbatas, namun setrik umum mempersulit petani dalam memasarkan kerbau untuk potong.

Selain itu juga disebabkan lantaran menurunnya penggunaan kerbau untuk gerobak pengangkut hasil pertanian dan mengolah lahan sebagai jawaban dari berkembangnya kendaraan bermotor dan traktor. Kemudian dari pada itu, bisa disebabkan lantaran selang waktu beranak yang lebih panjang daripada ternak sapi, untuk kerbau sanggup mencapai 2 – 3 tahun, dibanding sapi yang hanya 1 – 1,6 tahun.

Potensi Pasar Kerbau di Bali
Peluang pasar kerbau di Bali masih terbuka, khususnya untuk “yadnya” (sarana upatrik keagamaan bagi umat Hindu) dan untuk “makepung”. Berdasarkan hasil FGD diketahui bahwa, meskipun sebagai pusat kerbaunya Bali, Kabupaten Jembrana sendiri juga mendatangkan kerbau dari luar Bali. Kerbau yang didatangkan yakni bibit kerbau untuk “mekepung” dan kerbau untuk  yadnya. Kerbau untuk yadnya sering diistilahkan kerbau “suci”. Kerbau-kerbau tersebut umumnya didatangkan dari luar Bali, yakni dari Kabupaten Banyuwangi, Probolinggo, bahkan dari Madura Jawa Timur.
Adanya kebutuhan pasar kerbau untuk "mekepung" dan    untuk upatrik yadnya merupakan salah satu faktor pendukung masih berkembangnya kerbau di Jembrana.

Pada dikala ini, harga jual kerbau berbeda-beda tergantung kebutuhan pasar, apakah untuk upatrik yadnya, kerbau potong, atau pun untuk mekepung.  Harga pedet kerbau jantan yang mempunyai bodi ideal untuk  lari/balapan,  harganya sanggup mencapai  Rp. 30 juta/pasang atau sekitar Rp. 15 juta/ekor sedangkan yang betina sanggup mencapai Rp. 13 juta/ekor. Selanjutnya, kerbau yang menjadi juara makepung sanggup mencapai Rp. 100 juta/pasang; dan khusus untuk kerbau balap yang mempunyai bentuk tanduk yang diistilahkan “tanduk Toraja” bisa mencapai Rp. 80. Juta/ekor.

Hampir sama dengan kerbau untuk kegiatan makepung, harga pedet kerbau untuk yadnya  juga relatif tinggi. Sebagai contoh, harga pedet  kerbau "Yus Brana" yaitu kerbau hitam yang dilahirkan dari induk berwarna putih  mencapai  Rp. 12 juta/ekor.  Berbeda dengan kerbau makepung dan yadnya, harga kerbau potong jantan dewasa  biasanya sanggup mencapai Rp.  20 juta/ekor; namun kerbau betina afkir mempunyai nilai jual yang sangat rendah, sekitar Rp. 12 juta/ekor.

Keunggulan Kerbau
Kerbau dikenal mempunyai kemampuan memanfaatkan pakan berkualitas rendah dengan serat garang tinggi menyerupai jerami padi, jagung, dan kacang tanah dibandingkan  sapi. Kemampuan mencerna serat garang kerbau,  5% lebih tinggi dibandingkan sapi; dan 4%-5% lebih efisien dalam menggunakan energi metabolis untuk menghasilkan susu. Keunggulan tersebut kemungkinan disebabkan oleh rumennya mengandung basil selulolitik yang lebih banyak dibandingkan dengan rumen sapi.

sumber:bali.litbang.pertanian.go.id

Biogas, Sumber Energi Dari Kotoran Sapi Yang Ramah Lingkungan

Cara Sederhana Membuat Biogas Dari Limbah Kotoran Sapi Yang Ramah Lingkungan

Pembuatan biogas dari kotoran sapi ketika ini sedang menjadi animo sebagai perjuangan sampingan peternak sapi lokal dalam menambah penghasilan dari memanfaatkan limbah buangan dari sangkar sapinya. Banyak peternak yang sudah mendapat manfaat lebih dengan mengolah kotoran sapinya menjadi biogas. Selain mendapat sumber materi bakar gas setrik cuma-cuma alias gratis, limbah padat dari kotoran sapinya juga masih bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik yang laris dijual.


Bagaimanakah trik membuat biogas dari kotoran sapi? Silahkan simak aliran singkatnya dibawah ini.

Reaktor biogas merupakan salah satu solusi teknologi energi untuk mengatasi kesulitan masyarakat tanggapan kenaikan BBM. Teknologi ini sanggup diaplikasikan, terutama untuk kalangan peternak sapi, dalam rangka pemenuhan keperluan engergi rumah tangga. Salah satu upaya terobosan yang dilakukan yaitu melakukan jadwal Bio Engergi Perdesaan (BEP), yaitu suatu upaya pemenuhan engergi setrik swadaya (self production) oleh masyarakat khususnya di perdesaan.

Ternak sapi di Sulawesi Selatan merupakan komoditi unggulan disamping padi dan jagung yang berkembang dengan pesat, hanya saja pemanfaatan kotorannya selama ini belum optimal. Padahal kotoran ternak sanggup dijadikan sebagai materi baku untuk menghasilkan energi terbarukan (renewable) dalam bentuk biogas yang ramah lingkungan.

Permasalahan yang terjadi dikalangan peternak yaitu belum bisa memanfaatkan limbah kotoran ternak sebagai penghasil engergi alternatif pengganti kayu dan BBM. Kotoran ternak jikalau dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, selain sanggup menjadi energi alternatif juga apat meningkatkan pendapatan peternak.

POTENSI KOTORAN SAPI SEBAGAI SUMBER ENERGI

Untuk satu ekor sapi rata-rata menghasilkan 20 kg kotoran per hari, dan setara dengan 1 sd 1,2 m kubik. Pada proses perhitungan gas metan yang dihasilkan dari 20 kg kotoran sapi per hari, maka akan dihasilkan gas metan adonan 0,10285 kg dan gas metan murni sebesar 0,061714 Kg. Setiap ekor sapi per hari menghasilkan kotoran sebanyak 10-30 kg, berpotensi menghasilkan 0,36 m3 biogas, atau setara dengan 0,75 liter minyak tanah.

PENABUNGAN BIOGAS

Kebun Percobaan GOWA BPTP Sulawesi Selatan menghasilkan teknologi penabungan gas yang dihasilkan biogas kedalam tabung LPG 3 kg.
Teknologi ini akan menjadi solusi rencana pemerintah untuk menaikan harga BBM.

Mekanisme proses penabungan sebagai berikut :


  1. Gas yang dihasilkan dimasukkan dalam plastik penampungan. Gas yang dihasilkan ini belum murni gas metan masih mengandung CO2, H2O, dsb.
  2. Jika plastik penampungan penuh dengan gas, mesin kompresor dinyalakan tujuannya untuk memurnikan gas metan yang dihasilkan sekaligus menarik gas murni ke dalam kompresor.
  3. Setelah gas dalam plastik penampungan habis matikan kompresor.
  4. Selanjutnya proses penabungan kedalam tabung gas LPG kemasan 3 kg. (tabung gas yang dipakai yaitu tabung bekas Freon AC).
  5. Tabung gas siap dipakai untuk keperluan memasak.

Sumber : BPTP Sulsel

Peternakan Sapi Perah Terbesar, Almarai Di Arab Saudi

Perusahaan industri peternakan sapi perah raksasa berskala internasional dan sangat modern di Arab Saudi yaitu Almarai. Di sebuah gurun di Arab Saudi dan suhu udara lebih dari 45 derajat celsius peternakan sapi perah ini berada. Perusahaan Arab Saudi ini berkantor sentra di Riyadh dan lokasi dari peternakan sapi perahnya berada di Kota Al Kharj, berjarak sekitar 80 Km dari Kota Riyadh. Sampai awal tahun 2015 perusahaan ini telah mempunyai 157.000 ekor sapi perah.

Almarai telah menjadi perusahaan industri besar dalam peternakan sapi perah di dunia. Almarai mempunyai industri yang sangat lengkap dan terpadu mulai proses peternakan sapi perah, penelitian dan pengembangan bibit sapi, pengolahan susu hingga kepada produk turunan susu menyerupai yogurt, keju dan sebagainya. Saat ini perusahaan Almarai telah menjadi penggagas perusahaan produk makanan internasional.

Sapi perah di Almarai, rata-rata menghasilkan susu sebanyak 41,2 liter per hari. Tingkat produkvitas susunya sangat tinggi kalau dibandingkan dengan sapi perah Indonesia yang mempunyai produksi susu rata-rata mencapai 15 – 25 liter per hari.

Almarai Fresh Milk 100% PURE Cow's Milk yakni salah satu produk susu keluaran Almarai Company SA. Dibuat dari 100% susu sapi tulen, bentuk wadahnya yang stylis dan memanjakan mata menjadikannya salah satu brand susu yang diambil pelanggan saat menentukan produk susu. Almarai berkomitmen untuk tidak menambahkan air maupun abu pada jenis minuman susu ini dan mengambil susu segar eksklusif dari peternak sapi perah. Dengan kandungan Susu Sapi Segar, Vitamin A dan Vitamin D3, Almarai Fresh Milk 100% PURE Cow's Milk sangat baik untuk menjaga kesehatan mata dan tulang, Dijual pada harga SR 4 per liternya, Almarai Fresh Milk 100% PURE Cow's.

Berikut video ihwal peternakan sapi perah modern tersebut, silahkan klik linknya dibawah ini.

https://www.youtube.com/watch?v=dhP6r2grhGk

Sistem Pencernaan Binatang Ternak Ruminansia (Sapi, Kambing, Domba, Kerbau)

Alat-alat (Saluran Pencernaan) Pada Sistem Pencernaan Ruminansia (Ternak Sapi, Kambing, Kerbau, Domba)

 

            Sistem Pencernaan Herbivora menurut pada kegiatan Mikroorganisme dan dapat dibedakan menjadi ruminansia dan pseudoruminansia (Pada Saecum & Colon). Saluran pencernaan ruminansia terdiri dari mulut, Esofagus, Lambung: Rumen, Retikulum, Omasum, Abomasum.
            Setiap organ atau kelenjar dalam pencernaan mempunyai fungsi masing – masing, terutama untuk membuat suasana lambung optimal dalam mencerna makanan. Pencernaan pada ruminansia memanfaatkan enzim – enzim yang dikeluarkan oleh mikroba atau disebut dengan fermentasi.
            Proses Pencernaan pertama terjadi di mulut. Di mulut, terjadi pencernaan mekanis yang dibantuu dengan saliva. Saliva berfungsi untuk membantu penelanan, buffer (ph 8,4 – 8,5), dan suplai nutrien mikroba (70% urea).
            Esophagus merupakan penghubung anatara lisan dan lambung dimana terjadinya pencernaan fermentative. Keuntungan pencernaan setrik fermentative diantaranya dapat makan cepat dan menampung pakan banyak, dapat mencerna pakan berangasan : sumber energi (VFA), dan dapat menggunakan NPN sebagai sumber protein. Sayangnya, banyak energi terbuang sebagai gas metan dan protein nilai hayati tinggi didegradasi menjadi amonia.
  • Rumen
Terletak di sebelah kiri rongga perut. Permukaan dilapisi papila (papila lidah) yang memperluas permukaan untuk absorbsi. Terdiri 4 kantong (saccus) dan terbagi menjadi 4 zona.
  • Kondisi
- BK isi rumen : 10 -15%
- Temperatur : 39-40ºC
- pH = 6,7 – 7,0
- BJ = 1,022 – 1,055
- Gas: CO2, CH4, N2, O2, H2, H2S
- > mikroba: bakteri, protozoa, jamur
- Anaerob
  • Fungsi
- Tempat fermentasi oleh mikroba rumen
- Absorbsi : VFA, amonia
   - Lokasi mixing
  • Pembagian Zona Di Dalam Rumen
  • Pembagian Mikrobiologis:
  1. Zona gas : CO2, CH4, H2, H2S, N2, O2
  2. Zona apung (pad zone) : Ingesta yang mengapung (ingesta gres dan gampang dicerna)
  3. Zona cairan (intermediate zone) : cairan dan absorbsi metabolit yang terlarut dalam cairan (>> mikroba)
  4. Zona endapan (high density zone) : ingesta tidak sanggup dicerna dan benda-benda asing
  5.  
Fungsi:
- Tempat fermentasi oleh mikroba rumen
- Tempat peresapan VFA, amonia
- Menyimpan materi makanan→ fermentasi
- Lokasi mixing ingesta
  • Retikulum
Setrik fisik tidak terpisahkan dari rumen. Memiliki lipatan-lipatan esofagus yang merupakan lipatan jaringan yang eksklusif dari esofagus ke omasum, Permukaan dalam memiliki papila seperti sarang laba-laba (honey comb) perut jala.
  • Fungsi
- daerah fermentasi
- membantu proses ruminasi
- mengatur arus ingesta ke omasum
- Absorpsi hasil fermentasi
- daerah berkumpulnya benda-benda asing
  • Omasum
Terletak di sebelah kanan (retikulum) garis median (disebelah rusuk 7-11). Bentuknya ellips, permukaan dalam berbentuk laminae dan disebut perut buku (pada lamina terdapat papila untuk absorpsi). Pada organ tersebut terjadi penyerapan air, amonia, asam lemak terbang dan elektrolit. Pada organ ini dilaporkan juga menghasilkan amonia dan mungkin asam lemak terbang (Frances dan Siddon, 1993).
  • Fungsi
  • Grinder dan Filtering
  • Fermentasi
  • Absorpsi
Pada Abomasum, Intestinum, dan Colon terjadi Pencernaan setrik enzimatis.
  • Sekum Dan Kolon
Sekum dan kolon berbentuk tabung berstruktur sederhana, kondisinya sama dengan             rumen.
  • Fungsi
  • fermentasi oleh mikroba
  • Absorpsi VFA dan air → kolon
  • Konsentrasi VFA pada sekum: 7 mM, kolon: 60 mM (rumen = 100 – 150 mM)
        Pada sistem pencernaan ternak ruminasia terdapat suatu proses yang disebut memamah biak (ruminasi). Pakan berserat (hijauan) yang dimakan ditahan untuk sementara di dalam rumen. Pada ketika binatang beristirahat, pakan yang telah berada dalam rumen dikembalikan ke lisan (proses regurgitasi), untuk dikunyah kembali (proses remastikasi), kemudian pakan ditelan kembali (proses redeglutasi).
        Selanjutnya pakan tersebut dicerna lagi oleh enzim-enzim mikroba rumen. Kontraksi retikulorumen yang terkoordinasi dalam rangkaian proses tersebut bermanfaat pula untuk pengadukan digesta inokulasi dan penyerapan nutrien. Selain itu kontraksi retikulorumen juga bermanfaat untuk pergerakan digesta meninggalkan retikulorumen melalui retikulo-omasal orifice (Tilman et al. 1982).

Macam Dan Jenis Mikroba Rumen Ternak Ruminansia

Pada dasarnya mikroba rumen dibagi menjadi 3 jenis, yaitu Bakteri, Protozoa, dan Fungi.
A. Bakteri
Diklasifikasikan menurut substrat utama yang digunakan. Di bawah ini yaitu Bakteri – kuman tersebut yaitu :
(a) kuman pencerna selulosa
Contoh : Bakteroidessuccinogenes, Ruminococcus flavafaciens, Ruminococcus albus, Butyrifibriofibrisolvens
(b) kuman pencerna hemiselulosa
Contoh : Butyrivibrio fibrisolvens, Bakteroides ruminocola, Ruminococcus sp
(c) kuman pencerna pati
Contoh : Bakteroides ammylophilus, Streptococcus bovis, Succinnimonas amylolytica
(d) kuman pencerna gula
Contoh : Triponema bryantii, Lactobasilus ruminus
(e) bakteri pencerna protein
Contoh : Clostridium sporogenus, Bacillus licheniformis
B. Protozoa
Protozoa diklasifikasikan menurut morfologinya alasannya gampang dilihat menurut penyebaran silianya.
  1. Protozoa Berdasarkan morfologi
Holotrichs : mempunyai silia hampir diseluruh tubuhnya dan mencerna karbohidrat yang fermentabel
Contoh karbohidrat yang fermentable : Gula sederhana
Oligotrichs : mempunyai silia sekitar verbal umumnya merombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna
Contoh karbohidrat yang sulit dicerna : Pati, Hemiselulosa, Lignin
  1. Protozoa Berdasarkan fungsi
  1. Kelompok protozoa pencerna protein : Ophryoscolex Caudatus
  2. Kelompok protozoa pencerna selulosa, hemiselulosa dan pati : Diplodonium ostracodinium
  3. Kelompok protozoa pencerna selulosa, glukosa, pati dan sukrosa: Diplodinium polyplastron.
  4. Kelompok protozoa pencerna gula, glukosa, pati dan pectin : Isotricha intestinalis
  5. Kelompok protozoa pencerna maltosa, glukosa, selobiose : Dasytricha ruminantrium.
  6. Kelompok protozoa pencerna maltosa, pati dan sukrosa : Entodinnium caudatum.
C. Fungi
      Fungi terbagi menjadi dua yaitu yeast (ragi) menyerupai Saccharomyces dan Mould (Jamur). Fungi rumen sangat efektif dalam melonggarkan ikatan jaringan (hemiselulosa-lignin) tumbuhan dan diperkirakan menjadi mikroba rumen pertama yang mencerna struktur tanaman.
      Rumen merupakan habitat yang istimewa dan unik, lantaran didalamnya terdapat kehidupan dari banyak sekali jenis mikroba termasuk banyak sekali spesies kuman dan protozoa yang berbeda-beda yang saling berinteraksi melalui suatu korelasi yang disebut sebagai simbiosa. Jenis simbiosanya sendiri termasuk ke dalam jenis simbiosa mutualisme (dengan catatan dalam kondisi yang terkendali).
      Banyaknya jenis mikroba rumen yang hidup di dalamnya dan masing-masing dari mikrobanya itu sendiri mempunyai produk fermentasi intermedier dan produk fermentasi simpulan yang bermacam-macam, menjadikan kehidupan di dalam rumen menjadi sangat kompleks dan terdapat interaksi dan interelasi yang luas antar mikroba rumen. Bentuk interelasi tersebut sendiri sanggup berupa ketergantungan akan substrat, saling menguntungkan, ataupun sanggup menjadi suatu kompetisi memperebutkan substrat ataupun juga menjadi suatu korelasi yang merugikan.
      Protozoa dan kuman dalam rumen akan bersaing dalam hal penggunaan pati dan gula terlarut. Hal ini akan berakibat pada penurunan kecepatan fermentasi pati oleh bakteri. Makanan utama dari protozoa yaitu karbohidrat yang gampang larut. Pada kondisi pakan SK tinggi, protozoa menjadi kurang mendapat masakan yang layak baginya. Akibatnya protozoa menjadi banyak memangsa kuman dalam rumen, yang berakibat pada menurunnya jumlah kuman yang pada kesannya akan menurunkan kecepatan dari fermentasi materi pakan.
      Protozoa menggunakan kuman sebagai sumber protein selain dari sumber protein dari pakan untuk kelangsungan hidupnya. Sekitar 130 – 21200 kuman ditelan oleh protozoa dalam setiap jamnya pada kepadatan 109/ml. Aktivitas protozoa memangsa kuman selain berefek negatif, terdapat pula imbas positifnya. Efek positifnya sendiri, yaitu memperlihatkan pasokan nitrogen (amonia, asam-asam amino, dan peptida) dan asam-asam lemak rantai cabang yang merupakan hasil lisis dari bakteri. Pada kondisi kekurangan masakan protozoa juga akan memangsa protozoa-protozoa lain yang berukuran lebih kecil.
      Pada binatang yang telah menelan masakan SK tinggi, akan terjadi predasi kuman selulolitik dan fungi rumen oleh protozoa. Pengaruh dari predasi oleh protozoa terhadap habitat rumen yang lainnya bergantung pada kondisi yang kompleks dengan aspek utama kondisi yang bekerjasama dengan pakan.
      Interaksi lainnya yaitu antara fungi dengan kuman pencerna SK yaitu adanya kemungkinan jamur mempunyai suatu kompetisi dengan kuman yang lebih bermanfaat dalam mendegradasi dinding dari sel tanaman.
2.2       Mikroba Rumen
Adanya mikroba dan aktifitas fermentasi di dalam rumen merupakan salah satu karakteristik yang membedakan sistem pencernaan ternak ruminansia dengan ternak lain. Mikroba tersebut sangat berperan dalam mendegradasi pakan yang masuk ke dalam rumen menjadi produk-produk sederhana yang sanggup dimanfaatkan oleh mikroba maupun induk semang dimana aktifitas mikroba tersebut sangat tergantung pada ketersediaan nitrogen dan energi (Yan Offer dan Robert 1996). Kelompok utama mikroba yang berperan dalam pencernaan tersebut terdiri dari bakteri, protozoa dan jamur yang jumlah dan komposisinya bervariasi tergantung pada pakan yang dikonsumsi ternak (Preston dan Leng 1987).
Mikroba rumen membantu ternak ruminansia dalam mencerna pakan yang mengandung serat tinggi menjadi asam lemak terbang (Volatile Fatty Acids = VFA’s) yaitu asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam valerat serta asam isobutirat dan asam isovalerat. VFA’s diserap melalui dinding rumen dan dimanfaatkan sebagai sumber energi oleh ternak. Sedangkan produk metabolis yang tidak dimanfaatkan oleh ternak yang pada umumnya berupa gas akan dikeluarkan dari rumen melalui proses eruktasi (Barry, Thomson dan Amstrong 1977).
Namun yang lebih penting ialah mikroba rumen itu sendiri, lantaran biomas mikroba yang meninggalkan rumen merupakan pasokan protein bagi ternak ruminansia. Sauvant, Dijkstra dan Mertens (1995) menyebutkan bahwa 2/3 – 3/4 bab dari protein yang diabsorbsi oleh ternak ruminansia berasal dari protein mikroba. Produk simpulan fermentasi protein akan dipakai untuk pertumbuhan mikroba itu sendiri dan dipakai untuk mensintesis protein sel mikroba rumen sebagai pasok utama protein bagi ternak ruminansia.
Kualitas pakan yang rendah menyerupai yang umum terjadi di tempat tropis menjadikan kebutuhan protein untuk ternak ruminansia sebagian besar dipasok oleh protein mikroba rumen. Soetanto (1994) menyebutkan hampir sekitar 70 % kebutuhan protein sanggup dicukupi oleh mikroba rumen.
Rumen merupakan ekosistem yang mengandung komponen biotic dan abiotik. Komponen Biotik yaitu mikroba rumen dengan populasi berkisar antara 1010 hingga 1012 sel/ml cairan rumen (Ogimoto dan Imai, 1981) Mikroba Rumen sangat diharapkan dalam proses pencernaan. Rumen mempunyai kondisi lingkungan yang baik untuk kehidupan mikroba. Temperatur di dalam rumen berkisar antara 38O – 42O sedangkan pH rata – ratanya 6.8 atau berkisar antara 6 – 7. Mikroba yang ada di dalam rumen terdapat pada partikel makanan, dalam cairan rumen dan melekat pada dinding rumen.
Mikroba rumen diklasifikasikan menjadi bakteri, protozoa dan fungi. Meskipun aktifitas metabolismenya sama namun jumlah masing-masing spesies berbeda tergantung materi pakan yang dikonsumsi. Volume mikroba rumen kurang lebih 3,6% dari total cairan rumen yang terdiri dari 50% siliata dan 50% kuman ukuran kecil.
  • Bakteri Rumen
Bakteri mempunyai populasi terbanyak antara 109-1010 sel/mil cairan rumen ukurannya berkisar antara 0.3 - 50 µm. Bakteri tersebut berbentuk spiral (Streptococcus) dan yang berbentuk batang (Eubakterium) dan kuman yang berbentuk lingkar.
Bakteri bentuk batang dan spiral hidup setrik anaerob sedangkan bentuk coccus gram negative ada yang hidup aerob. Selain itu ada juga kuman fakultatif yaitu kuman yang sanggup hidup pada kondisi sedikit oksigen contohnya streptococcus. Bakteri ini biasanya terdapat dalam dinding rumen.
Beberapa jenis kuman yang dilaporkan oleh Hungate (1966) yaitu :
  • bakteri pencerna selulosa (Bakteroidessuccinogenes, Ruminococcus flavafaciens, Ruminococcus albus, Butyrifibriofibrisolvens),
  • bakteri pencerna hemiselulosa (Butyrivibrio fibrisolvens,Bakteroides ruminocola, Ruminococcus sp),
  • bakteri pencerna pati (Bakteroides ammylophilus, Streptococcus bovis, Succinnimonas amylolytica),
  • bakteri pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobasilus ruminus),
  • bakteri pencerna protein (Clostridium sporogenus, Bacillus licheniformis).
  • Protozoa Rumen
Berdasarkan fungsinya terdapat beberapa kelompok protozoa yaitu kelompok protozoa pencerna protein (misal Ophryoscolex Caudatus), pencerna selulosa, hemiselulosa dan pati (antara lain diplodonium ostracodinium). Kelompok protozoa pencerna selulosa, glukosa, pati dan sukrosa antara lain diplodinium polyplastron.
Kelompok protozoa pencerna gula, glukosa, pati dan pectin antara lain isotricha intestinalis. Kelompok protozoa pencerna maltosa, glukosa, selobiose antara lain dasytricha ruminantrium. Kelompok protozoa pencerna maltosa, pati dan sukrosa antara lain entodinnium caudatum.
Protozoa hidup anaerob oleh lantaran itu apabila kadar oksigen dalam oksigen tinggi maka protozoa akan mati lantaran tidak sanggup membuat ciestee. Populasi protozoa tertinggi apabila masakan yang dikonsumsi ternak mengandung banyak gula terlarut yaitu mencapai 4x106 sel/ml cairan rumen. Apabila kekurangan gula terlarut popolasi akan mencapai titik terendah yaitu 105 sel/ml (preston dan Leng 1987) oleh lantaran itu total biomassa protozoa hampir sama dengan total biomasa bakteri.
Populasi yang terbanyak yaitu ciliate yaitu berkisar antara 105 – 106 sel / ml (pada kondisi ternak sehat), sedangkan populasi flagelata berkisar antara 102-104 sel/ml, dengan ukuran berkisar antara 4,0 hingga 15,0 µm (ogimoto dan imai, 1981;jouany,1991) populasi protozoa lebih rendah daripada bakteri, tetapi ukurannya lebih besar. McDonald (1988), Yokoyama dan Johnson (1988) mengemukakan bahwa panjang protozoa berkisar antara 20 antara 200 µm, oleh lantaran total biomassa protozoa hampir sama dengan total biomassa bakteri. Menurut Hungate (1966) Protozoa dibagi berdasarkan morfologinya, yaitu :
  • Holotrichs yang mempunyai silia hampir diseluruh tubuhnya dan mencerna karbohidrat yang fermentabel.
  • Oligotrichs yang mempunyai silia sekitar verbal umumnya merombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna (Arora, 1989).
  • Fungi Rumen
Fungi rumen bersifat anaerob yang terdapat dalam rumen sebagian besar mencerna serat kasar. Populasinya berjumlah 103-105 sel/ml cairan rumen (Jouany,1991 yang dikutip oleh Nur Kasim Suwardi, 2000). Meskipun populasinya sedikit, namun sangat berperan dalam mencerna serat kasar. Fungi Rumen sangat efektif mdalam melonggarkan ikatan jaringan tumbuhan dan diperkirakan menjadi mikroba rumen pertama yang mencerna struktur tanaman.
Menurut pendapat Preston dan Leng, 1987, Fungi akan memecah ikatan hemiselulosa-lignin dan melarutkan pelindung lignin, tapi tidak mendegradasi lignin. Komponen tumbuhan dari banyak sekali hijauan menjadikan peningkatan yang besar populasi fungi. Setrik in vitro, perkembangan kegiatan fungi rumen dihambat oleh kuman rumen lantaran pemanfaatan N dan asam laktat oleh bakteri.
Fungi terdiri dari Yeast (ragi) menyerupai Saccharomyces dan Mould (Jamur). Untuk hidupnya, jamur menyerupai Neocallimastix frontalis, Piramonas communis, dan Sphaeromonas communis, membutuhkan kondisi anaerob.
2.3       Penunjang Aktivitas Mikroorganisme Rumen
  • Konsentrasi Amonia
Penurunan konsentrasi amonia dalam rumen sanggup dilihat dari penurunan konsumsi pakan jawaban menurunnya proses perombakan komponen pakan oleh mikroba. Konsentrasi amonia untuk degradasi optimum pakan berserat harus di atas 200 mg/liter cairan rumen (Preston dan Leng, 1987). Penggunakan sumbersumber nitrogen yang gampang difermentasi (fermentable nitrogen) menyerupai urea dan amonia intinya bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi amonia cairan rumen. Kadar amonia minimum dalam meningkatkan efisiensi pemanfaatan karbohidrat gampang terfermentasi (fermentable carbohydrate) untuk pertumbuhan mikroba direkomendasikan sebesar 50 mg/liter, akan tetapi jumlah ini terlalu rendah untuk pencernaan optimum pakan berserat
Pemberian urea dalam air minum hanya sanggup dilakukan kalau konsentrasi amonia cairan rumen sangat rendah (50 mg/liter) dan amonia diasumsikan sebagai faktor pembatas utama penurunan pertumbuhan dan kegiatan mikroba. Pemanfaatan amonia sangat tergantung pada ketersediaan faktor lain menyerupai kerangka karbon yang berasal dari karbohidrat gampang terfermentasi
  • Mineral
Kandungan belerang yang rendah menjadikan penurunan nafsu makan ternak jawaban menurunnya kemampuan mikroba rumen mendegradasi pakan berserat.
2.4       Interaksi Antar Mikroba Rumen
Apabila kualitas pakan kurang baik dan terus berlangsung dalam waktu lama, protozoa dan kuman rumen akan bekerja setrik antagonistik. Artinya, kedua mikroba tersebut salingbersiang dalam memanfaatkan materi – materi yang ada dalam masakan terlarut. Protozoa akan memakan kuman sebagai sumber protein untuk hidupnya. Dalam satu jam, protozoa sanggup memakan 41.610 sel kuman pada kepadatan 109 sel/ml cairan rumen sehingga 50 – 90% dari populasi total kuman berkurang. Idealnya, perbandingan antara kuman dan protozoa yaitu 1010 banding 106 sel/ml cairan rumen tergantung pada jeniiis dan materi pakan yang diberikan.
2.5       Fermentasi Mikroba Rumen
      Bentuk anatomi dan fungsi fisiologis rumen menempatkan ternak ruminansia pada peranannya yang sangat penting sebagai ternak yang paling efisien dalam menggunakan materi masakan murah dan tidak bersaing dengan kepentingan manusia.
      Rumen merupakan bab terbesar dari perut ruminansia. Di dalam rumen terdapat sejumlah mikroba yang memungkinkan ternak memanfaatkan komponen-komponen yang tidak sanggup dicerna oleh enzim perut dan disebut dengan fermentasi. Fermentasi oleh mikroba rumen contohnya hidrolisis karbohidrat menjadi monosakarida dan disakarida kemudian di fermentasi menjadi asam asetat, propionate dan butirat. Sedangkan protein sebagian besar dirombak menjadi peptide, asam amino, ammonia, dan VFA yang selanjutnya disintesis menjadi sel mikroba untuk kemudian dicerna dalam usus. Lemak akan dihirolisis menjadi asam lemak dan gliserol.
      Mikroba juga membentuk vitamin B komplek. Mikroba juga membentuk asam amino yang mengandung belerang dari belerang anorganik sebagai sumber NPN. Tidak semua mikroba perombak N sanggup memanfaatkan ammonia beberapa jenis hanya menggunakan peptide dan asam amino. Namun sebagian besar mikroba menggunakan ammonia untuk membentuk protein tubuhnya. Menurut Satter dan Slytter, biosintesis tertinggi protein mikroba dicapai pada konsentrasi ammonia sekitar 50 mg/l cairan rumen.
      Fermentasi yaitu perubahan kimia dari molekul – molekul kompleks menjadi molekul sederhana sehingga lebih gampang dicerna oleh kegiatan enzim. Aktivitas fermentasi mikroba tergantung sama ketersediaan substrat yang diharapkan untuk hidup, berkembang, dan beraktivitas, tergantung jumlah dan mutu pakan. Fermentasi mikroba rumen terdiri dari Fermentasi Karbohidrat, Fermentasi Protein, dan Fermentasi Lemak.
  • Fermentasi Karbohidrat
Karbohidrat sanggup diperoleh dari Serat Kasar yang terdiri dari Selulosa, Hemiselulosa, dan Pati. Bakteri Pencerna selulosa, menyerupai Ruminococcus albus, Butyrovibrio fibrisolvens, dan Clostridium lockheadii, akan menghidrolisis selulosa dari pakan berserat kasar. Oleh lantaran itu, kadar serat bergairah minimal 15% dari BK ransum. Bakteri pencerna Hemiselulosa, contohnya Bacteroides ruminicola, akan mencerna pentose, heksosa, dan asam uronat. Sedangkan kuman pencerna pati menyerupai Lactobacillus ruminatum, penting untuk memanfaatkan N dari NPN dalam ransum yang biasa terdapat pada biji – bijian dan konsentrat.
  • Fermentasi Protein
      Protein pakan di dalam rumen akan mengalami hidrolisis oleh enzim proteolitik menjadi asam amino dan oligopeptida. Selanjutnya asam asam amino mengalami katabolisme lebih lanjut menghasilkan amonia, VFA dan CO2. Amonia menjadi sumber nitrogen utama untuk sintesis de novo asam-asam amino bagi mikroba rumen. Proses metabolisme tersebut mengungkapkan bahwa nutrisi protein ternak ruminan sangat tergantung pada proses sintesis protein mikroba rumen. Produk hidrolisa protein sebagian besar akan mengalami 15 katabolisme lebih lanjut (deaminasi), sehingga dihasilkan amonia (NH3). Amonia asal perombakan protein pakan tersebut sangat besar kontribusinya terhadap amonia rumen. Diperlukan kisaran konsentrasi amonia tertentu untuk memaksimumkan laju sintesa protein mikroba. Karena itu kelarutan dan degradibilitas protein pakan sangat penting untuk diketahui (Arora, 1989).
      Amonia (NH3) merupakan produk utama dari proses deaminasi asam amino dan kucukupannya dalam rumen untuk memasok sebagian besar N untuk pertumbuhan mikroba merupakan prioritas utama dalam mengoptimalkan fermentasi hijauan (Leng, 1990).
      Menurut Haryanto (1994), konsentrasi amonia di dalam rumen ikut memilih efisiensi sintesa protein mikroba yang pada gilirannya akan mempengaruhi hasil fermentasi materi organik pakan. Konsentrasi amonia sebesar 50 mg/100ml (setara dengan 3.57 mM/L) di alam cairan rumen sanggup dikatakan optimum untuk menunjang sintesa protein mikroba rumen (Satter dan Slyter, 1974), sedangkan kadar amonia yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan mikroba rumen yang maksimal berkisar antara 4-12 mM (Erwanto et al. 1993). Pengamatan setrik in vivo yang dilakukan oleh Mehrez et al. (1977), kadar amonia cairan rumen yang optimal untuk pertumbuhan mikroba yang maksimal yaitu 16,79 mM. Konsentrasi amonia menggambarkan kecepatan produksi dari pencernaan nitrogen.
      Produk simpulan degradasi purin dan pirimidin pada ruminansia yaitu alantoin (Arora,1995), terutama berasal dari mikroba rumen dan dalam jumlah kecil berasal dari jaringan binatang atau disebut alantoin endogen. Kadar alantoin endogen semakin kecil bila suplai alantoin eksogen meningkat. Alantoin, asam urat, xanthin dan hipoxanthin merupakan produk degradasi purin yang sanggup dideteksi dalam urin. Alantoin dalam urin sanggup dipakai untuk mengestimasi besarnya penyedia protein mikroba rumen terhadap induk semangnya. Jika ekskresi alantoin dalam urin tinggi, ini berarti bahwa protein
banyak yang diserap oleh mikroba rumen dan terjadi proses katabolisme.
      Ekskresi turunan purin di dalam urin sanggup dijadikan indikator pasokan protein asal mikroba rumen untuk ternak induk semang, dan kadar alantoin yang didapat pada umumnya 2.13 mmol hari-1. Suplai protein meningkat seiring dengan 16 meningkatnya kadar alantoin. Ekskresi alantoin berbanding lurus dengan alantoin mikroba rumen yang diserap, kalau diasumsikan perbandingan protein dengan alantoin dalam populasi mikroba rumen yaitu tetap. Sintesis protein mikroba rumen sanggup diestimasi dengan menggunakan persamaan Y = 1.995 + 3.8799 X (Chen et al. 1992).
Probiotik
      Fuller (1989) mendefinisikan probiotik sebagai pakan suplemen mikroba hidup yang sanggup memperlihatkan laba bagi induk semang melalui perbaikan keseimbangan mikroba rumen dalam susukan pencernaan. Probiotik sanggup terdiri atas satu atau beberapa strain mikroba dan sanggup diberikan pada ternak dalam beberapa bentuk yaitu bentuk tepung, tablet, kapsul, pasta, dan cairan. Wallace (1994) memperlihatkan definisi bahwa probiotik yaitu mikroba hidup atau kultur mikroba hidup berupa pakan imbuhan yang memperlihatkan imbas laba bagi ternak dan bertujuan untuk memperbaiki keseimbangan mikroba rumen. Probiotik sebagai pakan pelengkap, lantaran mikroba merupakan protein microbial. Probiotik sebagai pakan imbuhan, lantaran probiotik tersebut tidak melengkapi zat-zat masakan ransum.
      Probiotik merupakan hasil bioteknologi nutrisi ruminansia yaitu sanggup dengan trik rekombinasi gosip genetic dari dua genotip menjadi genotip gres dan dengan trik biotransfer. Biotransfer sanggup melalui pakan imbuhan dan sanggup dengan inokulasi kuman rumen dari ternak donor kepada ternak resipien (Wallace, 1994; Winugroho et al . ,1994). Pemberian melalui pakan imbuhan ada dua macam yaitu pertama dengan memasukkan antibiotic untuk menekan pertumbuhan mikroba tertentu dan kedua dengan memasukkan probiotik untuk merangsang pertumbuhan mikroba rumen serta kegiatan fermentasi.
      Penggunaan ragi Saccharomyces cerevisiae sebagai probiotik yaitu pada CYC-100 dari Korea. Populasi ragi 4,71 x 108 sel/g. S.cerevisiae memanfaatkan oksigen di dalam rumen, sehingga kondisi rumen lebih anaerob, dengan demikian memungkinkan berkembangnya mikroba rumen terutama kuman selulolitik.
Pencernaan yaitu proses pemecahan partikel makro menjadi partikel yang ukurannya lebih kecil lagi dan diikuti dengan proses fermentasi dan absorpsi baik dalam rumen maupun usus. Proses pencernaan pada ternak ruminansia sanggup terjadi setrik mekanis dalam mulut, fermentatif oleh mikroba rumen, dan setrik hidrolitis oleh enzim-enzim pencernaan binatang induk semang.
Ruminansia termasuk binatang poligastrik, yaitu binatang yang mempunyai banyak lambung. Lambungnya sendiri terdiri dari rumen, retikulum, omasum, dan abomasum. Pencernaan setrik mikrobial sendiri terjadi pada rumen dan retikulum dan pencernaan enzimatik terjadi pada abomasum. Hal inilah yang menjadi perbedaan Sistem Pencernaan antara ternak ruminansia dan non – ruminansia.
Organ yang paling berperan dalam sistem pencernaan ruminansia yaitu Rumen lantaran mempunyai populasi mikroba rumen yang mengeluarkan enzim – enzim tertentu yang berfungsi untuk mendegradasi materi makanan.
Mikroba Rumen bekerja menurut Jenis dan Bahan Pakan yang diberikan kepada ternak.

Search

Popular Posts

Blog Archive