Home » » Upatrik Mekepung Dan Turunnya Populasi Kerbau Di Bali, Sebuah Ironi

Upatrik Mekepung Dan Turunnya Populasi Kerbau Di Bali, Sebuah Ironi

Populasi kerbau di Bali memang tidak sebanyak sapi Bali. Hanya saja di Bali tidak ada karapan sapi Bali menyerupai halnya dipulau Madura terdapat karapan sapi Madura. Di Bali yang ada yakni lomba balapan kerbau (Buffalo-racing) yang dikenal dengan upatrik Mekepung dan biasanya dilaksanakan di Kabupaten Jembrana. Populasi kerbau di pulau Bali sempat mencapai angka 4.122 ekor pada tahun 2009, tetapi angka populasi ini terus menurun drastis hingga tahun 2013 hanya tercatat sebanyak 1.955 ekor jumlah populasi kerbau d Bali yang berarti turun lebih dari limapuluh persen.

Balapan Kerbau di Bali (Mekepung)

Pula Dewata Bali memang identik dengan bermacam-macam seremonial cultural-religious yang ada dan merupakan salah satu yang paling atraktif di Indonesia. Hampir semua upatrik susila yang dilakukan oleh masyarakat Bali memanfaatkan komoditas pertanian setrik luas. Salah satunya yakni upatrik “Mekepung”, yakni aktivitas unik berupa balapan kerbau atau populer dengan buffalo-racing yang biasanya dilakukan di Kab Jembrana. Tidak ada pernah akan dilihat kerbau berkumpul sebanyak pada program makepung tersebut di Bali.

Namun sayangnya, sekarang populasi kerbau setrik nasional termasuk Provinsi Bali cenderung mengalami penurunan, dari tahun 2009 hingga 2013 turun 23,2%, yaitu dari  1.932.927 ekor menjadi 1.483.992 ekor; dan  pada periode yang sama, populasi kerbau di Provinsi Bali bahkan menurun 52,6%, yaitu dari 4.122 ekor menjadi 1.955 ekor. Padahal berdasarkan penelitian BPTP Bali, pada tahun 2001 jumlah kerbau di Bali masih berjumlah 11.172 ekor.

Faktor Penyebab Turunnya Populasi Kerbau di Bali
Faktor utama penyebab menurunnya populasi ternak kerbau di Bali yakni kurangnya minat para petani ternak untuk memelihara kerbau sebagai perjuangan tani ternaknya. Hal ini disebabkan oleh lantaran tidak adanya standar harga per kg bobot hidup segimana ternak sapi, sehingga ini mengakibatkan petani terbiasa menjual belikan kerbau dengan harga taksir yang cenderung merugikan petani. kondisi ini di sisi lain menguntungkan untuk kerbau tertentu (kerbau untuk upatrik yadnya dan kerbau makepung) yang kebutuhannya terbatas, namun setrik umum mempersulit petani dalam memasarkan kerbau untuk potong.

Selain itu juga disebabkan lantaran menurunnya penggunaan kerbau untuk gerobak pengangkut hasil pertanian dan mengolah lahan sebagai jawaban dari berkembangnya kendaraan bermotor dan traktor. Kemudian dari pada itu, bisa disebabkan lantaran selang waktu beranak yang lebih panjang daripada ternak sapi, untuk kerbau sanggup mencapai 2 – 3 tahun, dibanding sapi yang hanya 1 – 1,6 tahun.

Potensi Pasar Kerbau di Bali
Peluang pasar kerbau di Bali masih terbuka, khususnya untuk “yadnya” (sarana upatrik keagamaan bagi umat Hindu) dan untuk “makepung”. Berdasarkan hasil FGD diketahui bahwa, meskipun sebagai pusat kerbaunya Bali, Kabupaten Jembrana sendiri juga mendatangkan kerbau dari luar Bali. Kerbau yang didatangkan yakni bibit kerbau untuk “mekepung” dan kerbau untuk  yadnya. Kerbau untuk yadnya sering diistilahkan kerbau “suci”. Kerbau-kerbau tersebut umumnya didatangkan dari luar Bali, yakni dari Kabupaten Banyuwangi, Probolinggo, bahkan dari Madura Jawa Timur.
Adanya kebutuhan pasar kerbau untuk "mekepung" dan    untuk upatrik yadnya merupakan salah satu faktor pendukung masih berkembangnya kerbau di Jembrana.

Pada dikala ini, harga jual kerbau berbeda-beda tergantung kebutuhan pasar, apakah untuk upatrik yadnya, kerbau potong, atau pun untuk mekepung.  Harga pedet kerbau jantan yang mempunyai bodi ideal untuk  lari/balapan,  harganya sanggup mencapai  Rp. 30 juta/pasang atau sekitar Rp. 15 juta/ekor sedangkan yang betina sanggup mencapai Rp. 13 juta/ekor. Selanjutnya, kerbau yang menjadi juara makepung sanggup mencapai Rp. 100 juta/pasang; dan khusus untuk kerbau balap yang mempunyai bentuk tanduk yang diistilahkan “tanduk Toraja” bisa mencapai Rp. 80. Juta/ekor.

Hampir sama dengan kerbau untuk kegiatan makepung, harga pedet kerbau untuk yadnya  juga relatif tinggi. Sebagai contoh, harga pedet  kerbau "Yus Brana" yaitu kerbau hitam yang dilahirkan dari induk berwarna putih  mencapai  Rp. 12 juta/ekor.  Berbeda dengan kerbau makepung dan yadnya, harga kerbau potong jantan dewasa  biasanya sanggup mencapai Rp.  20 juta/ekor; namun kerbau betina afkir mempunyai nilai jual yang sangat rendah, sekitar Rp. 12 juta/ekor.

Keunggulan Kerbau
Kerbau dikenal mempunyai kemampuan memanfaatkan pakan berkualitas rendah dengan serat garang tinggi menyerupai jerami padi, jagung, dan kacang tanah dibandingkan  sapi. Kemampuan mencerna serat garang kerbau,  5% lebih tinggi dibandingkan sapi; dan 4%-5% lebih efisien dalam menggunakan energi metabolis untuk menghasilkan susu. Keunggulan tersebut kemungkinan disebabkan oleh rumennya mengandung basil selulolitik yang lebih banyak dibandingkan dengan rumen sapi.

sumber:bali.litbang.pertanian.go.id

0 comments:

Search

Popular Posts

Blog Archive