Home » » Sejarah Peternakan Dari Kurun Ke Masa

Sejarah Peternakan Dari Kurun Ke Masa

Peternakan di Masa Kerajaan Jaman Dulu
Adanya bangsa ternak orisinil di seluruh Indonesia menyerupai sapi, kerbau, kambing, domba, babi, ayam dan itik, memperlihatkan petunjuk bahwa penduduk pertama Indonesia telah mengenal ternak sekurang-kurangnya melalui pemanfaatannya sebagai hasil perburuan.

Dengan kedatangan bangsa-bangsa Cina, India, Arab, Eropa dan lain-lain, maka ternak kuda dan sapi yang dibawah serta bercampur darah dengan ternak asli. Terjadilah kawin silang yang menghasilkan ternak keturunan atau peranakan dipelbagai kawasan Indonesia. Di samping itu, dalam jumlah yang banyak masih terdapat ternak asli. Dengan demikian terjadilah tiga kelompok besar bangsa ternak yaitu:

1. Kelompok pertama yaitu bangsa ternak yang masih tergolong asli, ialah ternak yang berdarah murni dan belum bercampur darah dengan bangsa ternak luar.

2. Kelompok kedua yaitu kelompok “peranakan”, yaitu bangsa ternak yang telah bercampur darah dengan bangsa ternak luar.

3. Kelompok ketiga yaitu bangsa ternak luar yang masih diperkembangbiakan di Indonesia, baik murni dari satu bangsa atau yang sudah bercampur darah antara sesama bangsa ternak “luar” tersebut. Bangsa ternak demikian dikenal dalam dunia peternakan sebagai ternak “ras” atau ternak “negeri”.

Zaman kerajaan-kerajaan bau tanah Indonesia, perjuangan peternakan belum diketahui. Beberapa petunjuk perihal manfaat ternak di zaman itu serta perhatian pemerintah kerajaan terhadap bidang peternakan telah muncul dalam pelbagai goresan pena prasasti atau dalam kitab-kitab Cina Kuno yang diteliti dan dikemukakan oleh para jago sejarah. Sangat menarik apa yang dikatakan oleh para jago sejarah perihal kegunaan ternak di zaman kerajaan Tarumanegara, Sriwijaya, Mataram, Kediri, Sunda, Bali dan Majapahit.

Ternak di zaman kerajaan-kerajaan bau tanah ini telah mempunyai tiga peranan penting dalam masyarakat dan penduduk, yaitu sebagai perlambang status sosial, contohnya sebagai hadiah Raja kepada penduduk atau pejabat yang berjasa kepada raja. Peranan kedua yaitu sebagai barang niaga atau komoditi ekonomi yang sudah diperdagangkan atau dibarter dengan kebutuhan hidup lainnya. Dan peranan ketiga yaitu sebagai tenaga pembantu insan baik untuk bidang pertanian maupun untuk bidang transportasi. Kerajaan-kerajaan yang dimaksud adalah:

1. Tarumanegara. Kerajaan yang berpusat di Jawa Barat ini telah memperlihatkan perhatian terhadap ternak, terutama ternak besar. Hal ini terdapat pada prasasti batu. Pada upatrik pembukaan jalan masuk Gomati yang dibuat sepanjang sebelas kilometer, Raja Punawarman yang memerintah Tarumanegara dimasa itu telah menghadiahkan seribu ekor sapi kepada kaum Brahmana dan para tamu kerajaan.

2. Sriwijaya. Salah satu kegemaran penduduk Sriwijaya yaitu permainan langgar ayam. Oleh lantaran itu ternak ayam sudah menerima perhatian. Di samping itu ternak babi juga banyak dipelihara oleh penduduk. Segimana kita tahu bahwa kerajaan Sriwijaya sangat luas kawasan kekuasaannya dimasa itu. Terdapat petunjuk bahwa ternak kerbau dan kuda sudah diternakkan diseluruh kerajaan Sriwijaya, ternak sapi gres terbatas di Pulau Jawa, Sumatera dan Bali.

3. Mataram. Ternak sapi dan kerbau yaitu dua jenis ternak besar yang memperoleh perhatian raja-raja Mataram pada masa ke VIII Masehi. Kedua jenis ternak ini mempunyai kekerabatan erat dengan pertanian, di samping perlambang status. Pada goresan pena prasasti Dinaya diceritakan bahwa diwaktu pelantikan sebuah arca di desa Kanjuruhan dalam tahun 760 M, Raja Gayana yang memerintah Kerajaan Mataram dimasa itu telah menghadiahkan tanah, sapi dan kerbau kepada para tamu kerajaan dan kepada kaum Brahmana. Hal ini sama menyerupai yang dilakukan Raja Punawarman dari kerajaan Tarumanegara.

4. Kediri. Kediri yaitu suatu kerajaan yang rakyatnya makmur dan sejatera, lantaran kerajaan ini telah memajukan pelbagai bidang kehidupan termasuk peternakan. Hal ini terdapat di dalam kitab Cina Ling-wai-tai-ta yang disusun oleh Chou-K’u-fei dalam tahun 1178 M. Dikatakan bahwa rakyat kerajaan Kediri hidup dalam kemakmuran dan kesejahteraan lantaran pemerintah Kerajaan memperhatikan dan memajukan bidang pertanian, peternakna, perdagangan dan penegakan hukum.

5. Sunda. Dimasa kerajaan Sunda, kita mulai mengetahui adanya tataniaga ternak. Hal ini disebabkan berkembangnya 6 kota pelabuhan di kawasan kekuasaan Kerajaan Sunda, yaitu Bantam, Pontang, Cigede, Tamgara, Kalapa dan Cimanuk. Hasil pertanian termasuk peternakan sangat ramai. Semua ini diceritakan dalam buku petualang Portugis, Tome Pires. Dikatakan bahwa kemakmuran kerajaan Sunda terlihat dari hasil pertanian yang diperdagangkan di kota-kota pelabuhan, mencakup dada, sayur-mayur, sapi, kambing, domba, babi, tuak dan buah-buahan. Karena kerajaan Sunda juga memajukan kesenian dan permainan rakyat diwaktu itu, maka terdapat petunjuk bahwa permainan rakyat adu-domba telah berkembang di zaman kerajaan Sunda.

6. Bali. Di zaman kerajaan Bali, kita mulai mengetahui adanya penggunaan tanah penggembalaan ternak atau tanah pangonan. Rakyat kerajaan Bali di zaman pemerintah raja Anak Wungsu (1049-1077 M), memohon kepada raja untuk sanggup menggunakan tanah milik raja bagi tempat penggembalaan ternak, lantaran tanah milik mereka tak sanggup lagi menampung ternak yang berkembang begitu banyak. Semua jenis ternak telah diternakkan oleh penduduk kerajaan Bali, yaitu kambing, kerbau, sapi, babi, kuda, itik, ayam dan anjing. Raja Anak Wungsu mengangkat petugas kerajaan untuk mengurus ternak kuda milik kerajaan (Senapati Asba) dan petugas urusan perburuan binatang (Nayakan). Dimasa kerajaan Bali inilah ternak sapi Bali yang sangat populer remaja ini mulai berkembang dengan baik.

7. Majapahit. Hasil pertanian melimpah sehingga rakyat Majapahit hidup makmur di bawah pemerintahan raja Hayam Wuruk dan Maha Patih Gadja Mada. Kerajaan-kerajaan di Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Lombok dan Sumbawa, yang berada dibawah kekuasaan Majapahit juga menjiplak teknik pertanian pertanian sawah dengan penggunaan tenaga ternak dari kerajaan Majapahit. Namun penggunaan ternak sebagai tenaga tarik sudah meluas keseluruh kawasan kekuasaan Majapahit lainnya di Nusantara.

Menjelang berakhirnya kerajaan Majapahit belum terdapat petunjuk bahwa teknologi luku dengan ternak sapi dan kerbau sebagai tenaga tarik sudah masuk ke Kalimantan, Sulawesi dan Kepulauan Indonesia pecahan timur lainnya. Maka dapatlah disimpulkan bahwa teknologi sawah dengan sapi dan kerbau sebagai penarik luku gres sempat disebarkan di pulau-pulau Sumatera, Jawa, Bali, Lombok dan Sumbawa dizaman Majapahit.

Disamping penggunaan ternak dalam bidang pertanian, ternak gajah dan sapi yaitu ternak “kebesaran”, lantaran raja-raja Majapahit sanggup keluar istana dengan naik gajah kehormatan atau naik kereta kerajaan yang ditarik sapi, menyerupai yang ditulis dalam berita-berita Cina. Dengan demikian dapatlah dikatakan juga bahwa kereta kerajaan dengan kuda sebagai ternak tarik gres muncul pada kerajaan-kerajaan sehabis zaman Majapahit.

Peternakan di Jaman Penjajahan
Pengaruh penjajahan dalam bidang peternakan banyak terdapat dalam masa penjajahan Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC), masa pemerintahan Hindia Belanda dan Jepang. Laporan-laporan sejarah perihal efek masa pemerintahan Inggris, Portugis dan bangsa lainnya terhadap bidang peternakan hingga ketika ini belum banyak diketahui.
1.     Masa Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC
Masa VOC (1602-1799) perjuangan peternakan kuda lebih banyak memperoleh perhatian. Hal ini penting bagi VOC untuk kepentingan tentara “kompeni” diwaktu itu. Pada masa itu kuda Arab dan Persia dimasukkan dan disilangkan dengan ternak kuda asli.
Dari laporan pemerintah Hindia Belanda diketahui, bahwa dalam masa VOC ternyata perjuangan peternakan kuda juga menerima perhatian raja-raja dan sultan-sultan untuk kepentingan laskar kerajaan dan untuk kepentingan kuda tunggangan raja sewaktu berburu hewan. Yang populer yaitu peternakan kuda milik Sultan Pakubuwono III di Mergowati yang terdiri dari kuda Friesland, didirikan pada tahun 1651 tapi ditutup pada tahun 1800.
Y  Perdagangan Ternak
Perdagangan ternak dan pemotongan ternak cukup ramai di zaman VOC, terutama di pulau Jawa. Pedagangan ternak antar pulau begitu ramai, namun lantaran transportasi maritim masih dengan kapal tidak memungkinkan pengangkutan ternak dalam jumlah yang banyak.
Y  Peraturan Peternakan
Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah VOC yaitu larangan terhadap pemotongan kerbau betina yang masih produktif dalam tahun 1650. Peraturan ini mula-mula berlakukan di pulau Jawa, tetapi kemudian juga mencakup daerah-daerah efek VOC lainnya di Nusantara dan diperluas dengan larangan pemotongan sapi betina yang masih produktif. Peraturan ini mula-mula bermaksud untuk menjamin populasi ternak yang terus bertambah dan dengan demikian menjamin pengadaan daging bagi tentara Kompeni di Pulau Jawa. Dalam tahun 1776, peraturan ini ditambah dengan larangan pemotongan ternak kerbau betina putih yang masih produktif.
2.     Masa Hindia Belanda
Pada awal pemerintah Hindia Belanda, bidang peternakan belum banyak menarik perhatian selain perjuangan peternakan kuda sebagai kelanjutan dari kegiatan utama VOC dalam bidang peternakan, untuk kepentingan militer, pengangkutan kiriman pos dan untuk memenuhi kegemaran pembesar-pembesar Belanda dan kaum aristokrat sebagi ternak rekreasi dan perburuan hewan.
Kegiatan dalam bidang peternakan di zaman Hindia Belanda sanggup dikelompokkan ke dalam 10 jenis, ialah:
(1)   Peningkatan Mutu Ternak.
Pengaruh ilmu genetika yang dipelopori oleh Mendel (1822-1884) ikut mewarnai dunia peternakan, khususnya di dalam kegiatan peningkatan mutu genetik ternak lokal di Nusantara. Demikian juga di dalam bidang mikrobiologi yang dipelopori oleh Louis Pasteur (1822-1899) dan Robert Koch (1843-1920) mewarnai penanganan kesehatan ternak, produksi sera dan vaksin. Khususnya dalam bidang peningkatan mutu genetik ternak orisinil Nusantara, kegiatan persilangan dan seleksi dan penyebaran bibit ternak cukup banyak dilakukan.
Ø  Kuda. Persilangan antara ternak kuda orisinil dilakukan dengan mendatangkan kuda Arab dan Persia (1809) dan kuda Australia (1817). Dalam tahun 1870 dan 1880, kuda Australia didatangkan oleh pedagang ternak berkebangsaan Perancis dari kepulauan Mauritanius.
Untuk pulau Sumba hasil persilangan dengan kuda orisinil setempat, sangat populer dengan nama kuda Sandel. Selain itu didirikan pusat-pusat pembibitan kuda di Cipanas (1820), Bogor (1938), Payakumbuh, Lubuk Sikaping dan Tarutung (1980), Padalarang (1903), Padang Mangatas (1922), sebagai pengganti Payakumbuh yang ditutup pada tahun 1907, Malasaro Sulawesi Selatan (1874) dan pulau Rote (1841). Di samping itu di Cisarua-Bandung perusahaan swasta bibit ternak, “General de Wet” milik Hirchland dan Van Zyl yang didirikan pada tahun 1900, pada tahun 1921 ditunjuk sebagai rekanan hibrida kuda pemerintah.
Ø  Sapi. Pada tahun 1806 Kontrolir Rothenbuhler di Surabaya, melaporkan bahwa pedagang ternak di Jawa Timur telah mendatangkan sapi pejantan Zebu dari India untuk dipersilangkan dengan sapi Jawa. Dalam tahun 1812 tercatat bangsa sapi Zebu yang didatangkan oleh Mysor, Ongol, Hissar, Gujarat, dan Gir untuk dipersilangkan dengan sapi Jawa. Walaupun persilangan antara sapi Jawa dengan bangsa sapi Zebu ini banyak memperlihatkan hasil yang baik, namun bukanlah suatu aktivitas resmi pemerintah Hindia Belanda, lantaran masa ke sembilan belas belum ada dinas resmi yang menangani bidang peternakan. Import sapi Zebu dari India tetap dilanjutkan oleh para pengusaha di Jawa Timur dari tahun 1878 hingga tahun 1897, disaat mana impor dihentikan, lantaran berjangkitnya wabah pes ternak di India.
Sementara itu pada tahun 1889, Residen Kedu Selatan, Burnaby Lautier dengan sumbangan dokter binatang Paszotta melancarkan aksi kastrasi setrik besar-besaran terhadap ternak jantan lokal di Bagelan. Tujuannya semoga pejantan Zebu saja yang dipakai sebagai pemacak. Walaupun perjuangan ini ditentang oleh pemerintah sentra Hindia Belanda, pada tahun 1890 ajudan Residen Schmalhausen mengikuti jejak Lautier untuk kawasan Magetan di Jawa Timur. Ia juga menganjurkan penanaman rumput Benggala untuk makanan ternak. Usaha persilangan sapi Jawa dan Madura, dilaksanakan oleh Kontrolir Van Andel, dibantu oleh dokter binatang Bosma, di kawasan pasuruan Jawa Timur pada tahun 1891-1892. Persilangan setrik berencana dan besar-besaran barulah dilaksanakan sehabis dinas resmi yang menangani bidang peternakan dibuat pada tahun 1905 yaitu Burgelijke Veeatsenijkundige Diens (BVD) sebagai pecahan dari Departemen van Landbaouw atau Departemen Pertanian. BVD telah melakukan peningkatan mutu sapi Jawa dengan pelbagai kegiatan ialah:
a)     Peningkatan dengan pejantan Jawa
Dari tahun 1905 hingga 1911 dilakukan penyebaran sapi jantan Jawa yang baik ke kawasan Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dalam tahun 1911 perjuangan ini dihentikan, oleh lantaran para petani menginginkan ternak sapi yang lebih besar lengan berkuasa dan lebih besar untuk tenaga kerja.
b)Persilangan dengan Sapi Madura
Usaha ini sudah dimulai di simpulan masa ke sembilan belas oleh Van Andel. BVD juga melanjutkan kegiatan persilangan ini di pulau Jawa hingga tahun 1921. Pada ketika ini perjuangan ini dihentikan, lantaran kurang memenuhi harapan para petani terhadap ternak kerja.
c)     Persilangan dengan Sapi Bali
Usaha persilangan sapi Jawa dengan pejantan Bali dimulai tahun 1908 di Pulau Jawa. Tapi perjuangan inipun tidak boleh pada tahun 1921, lantaran angka maut sapi Bali dan keturunannya yang sangat tinggi oleh penyakit darah.
d)    Persilangan dengan Sapi Zebu
Pengusaha perkebunan di Sumatera Timur telah banyak mendatangkan sapi Zebu untuk ternak penarik gerobak dan ternak perah di simpulan masa kesembilan belas. Ternyata kemudian ternak sapi tersebut yaitu sapi Hissar yang didatangkan ke Pulau Jawa pada tahun 1905 dan dinamai sapi Benggala. Namun sapi Hissar yang tiba di pulau Jawa tidak memuaskan. BVD dalam tahun 1906 dan 1907 telah mendatangkan sapi Zebu dari India. Dokter binatang Van Der Veen yang diserahi kiprah ke India, ternyata telah menentukan sapi Mysore, yang kurang memenuhi harapan lantaran maut yang tinggi jawaban penyakit piroplasmosis dan ternak jantannya sangat agresif.
Pada pembelian di tahun 1908 oleh BVD tiga bangsa sapi dipilih, ialah Ongol, Gujarat dan Hissar, ternyata sapi Ongol berkembang baik di pulau Jawa, sapi Gujarat baik di pulau Sumba dan sapi Hissar baik di pulau Sumatera. Pada tahun 1909 dan 1910 ternyata BVD menetapkan untuk lebih banyak membeli sapi Ongol. Sampai tahun 1911 perkembangan sapi Ongol lebih baik, sehingga diputuskan menentukan sapi Ongol untuk perbaikan mutu sapi Jawa. Dari sinilah muncul untuk pertama kalinya Program Ongolisasi yang dimulai pada tahun 1915, disaat mana pembelian dari India tidak boleh sama sekali. Semua ternak pembelian terakhir ditempatkan di pulau Sumba. Dikemudian hari ternyata Sapi Ongol dan Gujarat di Sumba berkembang sangat baik, sehingga pulau Sumba menjadi sumber bibit murni sapi Ongol dan Gujarat yang kemudian dikenal sebagai sapi Sumba Ongol (SO).
e)     Persilangan dengan Sapi Eropa
Tiga bangsa sapi Eropa yang banyak dipakai untuk persilangan yaitu Hereford, Shorthorn (Australia) dan Fries Holland (Belanda). Impor sapi Hereford dan Shorthorn kemudian tidak boleh lantaran berjangkitnya penyakit paru-paru ganas di Australia. Sapi Fries Holland sendiri banyak disilangkan dengan sapi Jawa dan sapi Ongol terutama di Jawa Timur dan jawa Tengah, lantaran keturunannya mempunyai sifat yang baik.
f)      Sumba Kontrak
Salah satu bentuk penyebaran bibit ternak sapi Ongol di dalam Program Ongolisasi, ialah Sumba Kontrak. Sumba Kontrak yaitu penempatan dan penyebaran sapi bibit ongol di pulau Sumba yang dilaksanakan dalam bentuk meminjamkan 12 induk dan satu pejantan ongol kepada seorang peternak. Pengembalian pinjaman dilakukan oleh peminjam dengan mengembalikan ternak keturunan dalam jumlah, umur dan komposisi kelamin yang sama dengan jumlah ternak yang dipinjam, ditambah dengan satu ekor keturunan (jantan atau betina) untuk setiap tahun selama peternak belum melunasi pinjamannya. Untuk janji pinjaman ini, peternak menandatangani suatu kontrak dengan pemerintah, yang kemudian dikenal dengan Sumba Kontrak. Jumlah ternak awal disebut Koppel, sehingga kemudian hari muncul juga istilah sapi koppel. Sumba kontrak setrik resmi dimulai pada tahun 1912.
            Sistim penyebaran sapi bibit ini tidak hanya berlaku dipulau sumba, tapi diperluas ke pulau-pulau lain dan mencakup aneka macam jenis ternak: Sapi Bali, Sapi Madura, Kambing, Domba dan Babi dengan jumlah ternak yang tidak sama untuk satu koppel. Dalam masa dua puluh tahun (1920-1940) penyebaran ternak bibit, terjadi dua kegiatan yang perjuangan penting yaitu:
       Penyebaran ternak bibit antar pulau dan antar daerah, yaitu penyebaran sapi Ongol dan peranakan Ongol dari pulau Jawa ke Sumbawa, Sulawesi, kalimantan Barat dan Sumatera. Penyebaran sapi Bali dari pulau Bali ke Lombok, Timor, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan. Penyebaran sapi Madura ke pulau Flores dan Kalimantan Timur.
       Penyebaran ternak bibit dan bibit tanaman makanan ternak setrik lokal disekitar taman-taman ternak dipulau Jawa dan Sumatera.
Ø  Kerbau. ternak kerbau lokal yang dikenal sebagai Kerbau Lumpur sudah semenjak dahulu terdapat diseluruh nusantara. Dengan kedatangan bangsa India ke Sumatera, dibawa juga kerbau Murrah yang sekarang masih banyak terdapat didaerah Sumatera Utara dan Aceh.
Ø  Kambing. Kambing lokal atau kambing kacang telah ada diseluruh Nusantara. Di dalam zaman Hindia Belanda didatangkan juga kambing bangsa India (Ettawah) yang merupakan kambing perah dan disebarkan hampir diseluruh pantai utara pulau Jawa. Namun persilangan yang populer sekarang yaitu kambing Peranakan Ettawah (PE). Beberapa bangsa kambing lain juga didatangkan yaitu: Saanen.
Ø  Domba. Ternak domba dibagi dua bangsa yang populer yaitu domba ekor gemuk dan domba lokal lainnya, yang tersebar diseluruh Nusantara. Semua bangsa domba ini yaitu tipe daging. Di zaman Hindia Belanda didatangkan bangsa domba tipe wol contohnya Merino, Ramboillet, Romney dan tipe daging contohnya Corriedale dan Suffolk. Persilangan bangsa domba wol dan daging dengan domba lokal Priangan menghasilkan domba yang sangat populer diwaktu ini ialah domba Garut.
Ø  Babi. Ternak babi lokal tersebar diseluruh Nusantara. Di zaman Hindia Belanda didatangkan babi ras dari Eropa yaitu Yorkshire, Veredelde Deutchland Landvarken (VDL), Tamworth, Veredelde Nederlandsche Landvarken (VNL), Saddleback, Duroc, Jesey dan Berkshire.
Ø  Sapi perah.Pada permulaan masa ke 20 telah terdapat perusahaan sapi perah di pinggiran kota-kota besar di jawa dan sumatra,dan kebanyakan perusahaan yaitu milik bangsa Eropa,Cina,India dan Arab.bangsa sapi perah yang ada yaitu Fries Holland,Jersey,Ayrshire,Dayri Shorthon dan Hissar.kemudian ternyata yang terus berkembang yaitu Fries Holland.bangsa sapi Hissar masih terus di ternakan di indonesia,khususnya kawasan Sumatra pecahan utara dan kawasan istimewa Aceh.
Ø  Ayam.Di samping ayam kampung,di zaman Hindia Belanda telah di perkenalkan ayam ras tipe petelur contohnya leghorn dan ayam ras tipe pedaging contohnya Rhode Island Red dan Australorp.persilangan Aultralorp dengan ayam kampung yang populer yaitu ayam kedu.
Ø  Itik.Di samping itik lokal,di zaman Hindia Belanda telah di datangkan bangsa itik Khaki Champbell dan Itik Peking.bangsa itik lokal yang terkenal,beberapa di antaranya yaitu :Itik Tegal,Itik Karawang,Itik Alabio.
Ø  Aneka Ternak.Aneka ternak contohnya ternak kelinci,burung puyuh dan burung merpati,belum memperoleh perhatian pemerintah Hindia Belanda.hanya kelinci yang di percayai atau di gunakan balai-balai penelitian sebagai binatang percobaan.di sinilah di kenal dengan istilah kelinci percobaan.
(2)   Pengadaan Peraturan.
Peraturan-peraturan yang diterbitkan selama masa Hindia Belanda,terbanyak sehabis dibuat tubuh resmi yang menangani bidang peternakan dalam tahun 1905.semua peraturan tersebut sanggup dikelompokan kedalam 4 kelompok,yaitu:
1.Peraturan yang menyangkut pengaman ternak.
2.Peraturan yang menyangkut produksi,populasi dan sarana produksi ternak.
3.Peraturan yang menyangkut pemotongan,pajak potong,distribusi,tata     niaga,dan sarana-sarana peternakan.
4.Peraturan yang menyangkut bahan-bahan veteriner dan kesehatan masyarakat veteriner.
(3)   Pameran Ternak
Pameran ternak pertama kali diadakan di Blora (1876).kemudian di Surabaya (1878),dan Bandung (1899).pada tahun 1906 setrik resmi diadakan oleh BVD di Kebumen dan Bandung.tujuannya lebih banyak bersifat penyuluhan kepada para peternak,sehingga ternak yang unggul sanggup dijual atau dibeli dengan harga premium.
(4)   Taman Ternak
Taman ternak pertama kali didirikan di Karanganyar di desa pecorotan pada tahun 1909,namun pada tahun 1912 dipindahkan ke desa Jilardi.kemudian menyusul pendirian taman ternak di Bandar (1916),Purworejo(1918).taman ternak ini merupakan sumber ternak bibit  dan sumber bibit makanan ternak.beberapa sentra pembibitan ternak kuda dan sapi di Sumatra,kemudian diperluas menjadi Taman Ternak.
(5)   Koperasi Peternakan
Koperasi ternak dianjurkan,terutama didalam pembelian pejantan bersama.koperasi peternakan yang pertama didirikan di Salatiga,Kedu dan TasikMalaya.
(6)   Sensus Ternak
Dalam tahun 1867 pemerintah di Jawa dan Madura diwajibkan mengadakan sensus ternak di wilayahnya masing-masing.sensus ternak setrik resmi diadakan pada tahun 1905.
(7)   Pengamanan Ternak
Pengamanan ternak merupakan lanjutan dan ekspansi aktivitas VOC.sebelum BVD dibuat pada tahun 1905,kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit,dilakukan oleh dokter-dokter binatang yang di datangkan semenjak tahun 1820 sebagai penasehat pemerintah.
(8)   Pengadaan Ternak
Sarana peternakan yang dimaksudkan disini yaitu :tanah pangonan,pasar hewan,karantina,rumah potong binatang dan kapal hewan.
(9)   Produksi Sera dan Vaksin.
Produksi Sera dan Vaksin untuk ternak terutama diadakan oleh topan penyelidikan penyakit binatang yang didirikan di Bogor.
(10)  Pendidikan dan Penelitian.
Sekolah dokter binatang pertama didirikan pada tahun 1860 di Surabaya,tapi lantaran kurang peminat,maka ditutup pada tahun 1875.baru pada tahun 1907 dibuka kembali di Bogor.Sekolah Menengah Kehewanan di Malang dan Bogor.Dari catatn sejarah sanggup disimpulkan bahwa pengembangan peternakan masa itu sanggup disejajarkan dengan tuntutan perekonomian negara.pada tahun 1841 di bentuk semacam Dinas Kehewanan didaerah-daerah dan tahun 1905 dibuat Jawatan Kehewanan Pusat.pada tahun 1935 dibogor didirikan Sekolah Dokter Hewan yang pertama.
3.     Masa Penjajahan Jepang
Pada masa penjajahan jepang pelatihan peternakan hampir tidak dilakukan bahkan untuk kepentingan konsumsi terjadi pemotongan yang berlebihan sehingga menimbulkan pengurasan populasi ternak sapi dari 4.604 ribu ekor menjadi 3.840 ribu ekor atau turun 16,5 persen, kuda dari sekitar 740 ribu ekor menjadi 500 ribu ekor atau turun 32 persen, kambing dari sekitar 7.600 ribu ekor menjadi 6.100 ribu ekor atau turun 20 persen dan babi dari sekitar 1.320 ribu ekor menjadi 530 ribu ekor atau turun 60 persen.
Peternakan Di Masa Kemerdekaan
Ø  Masa Pra Pelita
Sebelum masa pelita terdapat dua konsep pembangunan yaitu Rencana Kasimo (27 November 1947) dan Pembangunan Semesta Berencana (1961-1969). Pembangunan peternakan diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan makanan yang cukup. Program penggalakan minum susu di aneka macam kawasan dimasyaratkan dengan slogan Empat Sehat Lima Sempurna.
Pada Rencana Kasimo diberikan prioritas pada peningkatan materi pangan rakyat termasuk komoditi peternakan. Kenaikan beberapa populasi ternak per tahun diproyeksikan menyerupai sapi sekitar 4%, kerbau 2%, kambing 5% dan babi 10%. Diberbagai kawasan dibangun Taman Ternak dalam rangka Program Rencana Kemakmuran Indonesia (RKI), sebagai sumber pembibitan ternak di daerah-daerah.
Rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana memberikan prioritas kepada penyediaan materi pangan. Sasaran diberikan kepada swasembada beras. Diberikan pula perhatian kepada penyediaan protein baik nabati maupun hewani (kedelai, peternakan ayam). Ditetapkan standar konsumsi protein hewani 8 gram perkapita perhari. Karena situasi dan kondisi perekonomian pada kurun waktu tersebut tidak memungkinkan, maka mudah kedua planning pembangunan tersebut tidak sanggup dilaksanakan.
Pada tahun 1967 lahir undang-Undang No.6 perihal Pokok-Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan, dan pada tahun yang sama dilakukan Survei Inventarisasi Hewan (SIH) Nasional.
Ø  Masa Pelita
Sejalan dengan kehadiran Orde Baru (1969) dilaksanakan penataan kembali kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan impian kemerdekaan antara lain menghantar bangsa indonesia menuju masyarakat adil dan makmur menurut pancasila dan UUD 1945.
·       Pada tahun 1989 Indonesia diakui Internasional dari Bebas Penyakit Mulut dan Kuku.
·       Pelaksanaan pembangunan peternakan dilaksanakan melalui 3 evolusi pendekatan yaitu teknis, terpadu dan agribisnis.
·       Panca Usaha Ternak menjadi Sapta Usaha Ternak.
·       Penerapan teknologi produksi, ekonomi dan sosial melahirkan aktivitas yang dikenal sebagai:
Y  Pilot Proyek Bimas Unggas.
Y  Panca Usaha Ternak Potong (PUPT).
Y  Pengembangan Usaha Sapi Perah (PUSP).
Y  Intensifikasi Ayam Buras (INTAB).
Y  Intensifikasi Ternak Kerja (INTEK).
Y  Industri Peternakan Rakyat (INNAYAT).
Y  Perusahaan Inti Rakyat (PIR) Ternak Potong.
Y  Perusahaan Inti Rakyat (PIR) Bakalan.
Y  Perusahaan Inti Rakyat (PIR) Penggemukan.
Y  Perusahaan Inti Rakyat (PIR) Pakan.
Y  Perusahaan Inti Rakyat (PIR) Saham.
Ø  Masa Reformasi
Lahir UU No.18 tahun 2009 perihal Peternakan dan Kesehatan Hewan.

0 comments:

Search

Popular Posts

Blog Archive