- Jakarta bukan hanya berisi formasi hutan beton. Di belantara gedung menjulang itu masih tersisa taman-taman kota bagi warganya. Sebut saja Monumen Nasional (Monas), Taman Suropati, dan Taman Menteng.
Taman-taman masih dirimbuni pepohonan itu menjadi daya tarik bagi burung-burung. Mereka betah di sana, dari sekadar mencari makan sampai beranak pinak. Jumlah mereka tidak sedikit, sekitar 135 jenis burung berdasarkan buku Burung Ibu Kota terbitan Jakarta Birdwatchers Society, Oktober 2011.
Marco Kusumawijaya menyebut ada kenaikan jumlah spesies burung semenjak survei 1996-1997. Ketika itu, terdapat 108 jenis burung hidup di pelbagai taman di Jakarta. Namun, total burung versi buku di atas masih kalah jauh ketimbang hasil penelitian pada 1956, adalah 256 jenis.
Ke mana perginya hampir setengah dari spesies burung di Jakarta saat ini? Jelas, kumpulan gedung telah mengusir mereka. Meski begitu, dari buku ditulis oleh kumpulan pengamat burung Jakarta itu memberi keinginan masih ada tempat berlindung di Jakarta bagi kawanan burung.
Buku itu ditulis oleh Ady Kristanto, Dedy Istanto dengan tim foto Willy Ekariyono, Boas Emmanuel, dan Khaleb Yordan, anak muda Jakarta yang mau menekuni penglihatan burung. Dunia yang hanya mencatat jenis, mengecek pada buku panduan burung, kemudian didokumentasikan dalam bentuk foto yang terus disebarkan melalui dunia maya untuk mengkonfirmasi kesahihan jenis burung.
Meski hanya dalam bentuk laporan dan foto namun temuan-temuan akan sikap burung di Jakarta cukup mencengangkan. Kepadatan penduduk dan teladan hidup warga mempengaruhi terhadap teladan hidup dan jenis masakan burung yang sudah berevolusi.
Seperti hasil jepretan Khaleb Yordan. Ia memotret burung Tekukur sedang makan pecahan mie instan sisa insan di Taman Margasatwa Ragunan. Ini menunjukkan Yekukur itu sudah tidak lagi bergantung pada biji-bijian, ibarat jagung dan gabah kecil, sebagai sumber makanan.
Hingga saat ini, abang adik Boas Emmanuel dan Khaleb Yordan masih menggeluti dan keluar masuk mengantarkan tamu baik lokal sampai mancanegara yang ingin melihat kondisi dan jenis burung-burung di Jakarta dan sekitarnya. Mereka gres tiga tahun menggeluti dunia penglihatan burung. Khaleb Yordan mengaku begitu jatuh cinta sampai enggan kuliah.
Hampir sama dengan adiknya, Boas menuntaskan D-1 Teknik Informatika di sebuah kampus swasta di bilangan Salemba, Jakarta Pusat. "Hanya menyenangkan orang tua," kata Boas saat ditemui merdeka.com Ahad malam pekan lalu. Kegiatan mereka lebih banyak keluar masuk taman dan tempat margasatwa untuk terus mengamati, mencatat, dan mendokumentasikan spesies jenis binatang bertulang belakang itu.
Harapan dua bersaudara itu tidak sama-beda. Boas ingin keliling Indonesia mendokumentasikan semua jenis burung konon jumlahnya sampai 1.500 jenis. Niat itu kian besar lengan berkuasa sesudah ia pulang dari menghadiri pertemuan pengamat burung sedunia di Gujarat, India, November 2010. "Di sini, penembak burung masih sanggup semena-mena dan tidak ada hukuman sosial, di India penembak burung disamakan dengan pemulung," ujar Boas.
Sedangkan Khaleb sudah mulai menulis dan mendokumentasikan burung yang pernah ia lihat. Dia berencana menyusun buku panduan burung Indonesia yang selama ini banyak ditulis oleh pengamat dari luar negeri.
0 comments:
Post a Comment