Home » » Burung Perkutut Dalam Filsafat Jawa

Burung Perkutut Dalam Filsafat Jawa

Penggemar perkutut di Indonesia umumnya orang dari suku Jawa, Madura, Bali, Lombok, Minang dan Cina. Khusus penggemar dari suku Jawa, penghayatan bakal kesenangannya terhadap perkutut sangat mendalam. Perkutut alias kukilo menjadi sentra perhatian mereka yg menarik, lantaran tercantum sebagai lambang dalam pedoman filsafah Jawa “Hastabrata“, yg meliputi:
  • Karyo (pekerjaan)
  • Garwo (istri)
  • Wismo (rumah)
  • Curigo (keris)
  • Turonggo (kuda)
  • Kukilo (perkutut)
  • Waranggana (pesinden, penyanyi)
  • Pradonggo (gamelan)
Dari asas dasar falsafah inilah nilai nilai perkutut dalam kebudayaan Jawa berkembang, sehingga burung  ini dianggap penggemarnya memiliki nilai luhur yg lebih tinggi dari insan biasa. Ditengah masyarakat Jawa, kegemaran memelihara perkutut banyak dilakukan oleh para pembesar dan pemuka masyarakat, pejabat pemerintahan, keluarga bangsawan, pdagang kaya, pengusaha, dokter, dan lain lain. Perkutut dikalangan mereka menjadi ajang prestise.

(img:1980433721282)

Melatih Kesabaran

Memelihara perkutut muda (piyikan, bakalan) hingga menjadi burung bakir balig cukup akal yg pintar manggung membutuhkan waktu usang (5-10 tahun) untuk perkutut lokal. Hal ini bagi pemelihara memperlihatkan latihan bersikap sabar dan ulet.

Setiap perkutut memiliki temperamen berbeda beda terhadap kecocokan sangkar, makanan, kawasan gantungan sangkar, dan lain lain. Hal ini memiliki kegunaan untuk melatih si pemelihara untuk bersikap teliti, awas, tahu kehendak dan berlaku halus terhadap makluk dan orang lain. Otomatis ia dilatih untuk membina diri untuk bersikap sabar dan ulet.

Caranya pemeliharaan yg keliru, bisa membuat perkutut yg telah berbunyi mogok bernyanyi. Memulihkannya niscaya membutuhkan waktu lama.

Menjalin kekerabatan baik

Dahulu lomba perkutut dilakukan orang pada animo Setelah panen padi (musim kemarau). Saat itu kesibukan bertani sangat berkurang. suatu kelompok penggemar perkutut melaksanakan lomba setrik gotong royaong.
Kegiatan itu ternyata mencipta  hubungan yg bersahabat dan serasi antara pemuka masyarakat dengan bawahannya, disamping terjalinnya tali persaudaraan antara orang orang yg belum dikenal dan yg tinggal ditempat jauh. Selain itu juga menyebabkan training susila yg tinggi (saling menghargai, sportif, salaing mengerti), rasa kebersamaan dan senasib, saling tahu sifat dan kemampuan masing masing orang (mempertinggi perilaku waspada), dan melatih diri semoga bekelakuan positif.

Jika ditarik kesimpulan, hobi memelihara perkutut bisa memperlihatkan manfaat sebagai berikut:
  • Merangsang gairah menghargai dan menyayangi alam, khususnya dunia perburungan.
  • Memperluas dan mempererat kekerabatan persaudaraan antar manusia, melatih berorganisasi dan disiplin.
  • Membuka peluang lapangan kerja bagi masyarakat lemah ekonomi menyerupai pengraji sangkar, petani penghasil masakan burung, dan pedagang burung.
  • Obyek hiburan untuk mengurangi kekosongan batin dan obat stres bagi memreka yg telah melaksanakan kerja keras atau sibuk melaksanakan kiprah rutinnya.

Sajak Jawa

Untuk mengetahui betapa besar pengaruhperkutut terhadap kehidupan pemeliharanya bisa dilihat pada sajak Jawa, berikut terjemahannya.

INGON-INGON PERKUTUT NGEDOHI SETAN

Manawa kasawang saka ilmu jiwa
ingon-ingon manuk perkutut iku ora baen-baen,
sebab kajaba kalebu golongane “Seni Swara”,
ugoa mukarabi marang panggulawentah,
sarta bisa mahanani katentreman.

Priyayi kang seneng kekututan
daleme mesti tata-tertip,
patrap-patrap kang biyayakan,
rembug-rembug kang sora lan kasar,
mesti ora ana,
sakawit ya mung sabab pangeman marang sang kutut,
nanging ora njarak
jebul ndayani marang tata tertib.

Sapa kang ingon-ingon perkutut,
mesti tangi esuk,
sakawit ya mung tumuju marang sang perkutut,
bisaa nggantang ing sadurunge srengenge mletek,
nanging lawase lawas
dadi pakulinan … tangi esuk.

Dina minggu, liburan,
ora kluyuran mrana-mrene,
ora dolan-dolan kang tanpa gawe,
sakawit ya mung arep ngematake anggunge sang perkutut,
naging lawase lawas,
dadi pakulinan … jenak ana ndalem.

Pikolehe kang ceta,
ingon-ingon perkutut nyiyutake pandulu,
ngedohi setan
kang tansah nggegalak racak.

[Disarikan dari "Pangrumate Manuk Perkutut" dalam buku Tangguhe-Candrane lan Jamune Perkutut]

HOBI PIARA PERKUTUT MENJAUHI SETAN

Jika ditilik dari suduk ilmu jima,
hobi piara perkutut bukan pekerjaaan remeh,
selain tergolong “seni suara”,
hobi itu bermanfaat untuk membina budi pekerti,
dan kuat membuat ketenteraman hati.

Orang yg hobi piara perkutut,
suasana rumah tangganya niscaya tertib,
sikap dan tindakan yg kurang baik,
kata-kata yg keras dan kasar,
pasti terbuang jauh dari rumah,
semula hanya lantaran rasa sayangnya terhadap perkututnya,
tetapi tidak terduga,
bisa kuat besar terhadap timbulnya tata tertib
didalam rumah.

Siapa un yg hobi piara perkutut,
pasti rajin bangkit pagi,
semula tindakan itu semata hanya teringat
pada perkututnya saja,
supaya bisa menggantang burungnya sebelum matahari terbit,
tetapi usang kelamaan terbiasa untuk .. bangkit pagi.

Hari Minggu, libur
penggemar perkutut tetap dirumah,
tidak pergi kemana-mana
tidak bakal melaksanakan sesuatu yg tiada guna.
Semula tindakan itu berpangkal hanya
ingin menikmati bunyi perkututnya.
Tetapi lama-kelamaan terbiasa betah tinggal dirumah.

Hasil nyata
hobi piara perkutut bisa membebaskan orang
dari harapan yg tidak-tidak
dan menjauhkan dampak setan
yg senantiasa menarik hati untuk berbuat
yg bukan-bukan.

--------- 
Sumber : Sarwono, B; Perkutut; Cetakan 17; Jakarta: Penebar Swadaya, 2000; halaman 3-7

0 comments:

Search

Popular Posts

Blog Archive